Data Korban Perdagangan Orang di Asia Timur dan Pasifik 10 Tahun Terakhir

Demografi
1
Adi Ahdiat 12/05/2023 12:10 WIB
Rasio Jumlah Korban Perdagangan Orang di Asia Timur dan Pasifik (2011-2020)*
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2007, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, atau pemindahan seseorang dengan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, penjeratan utang, dan sebagainya, supaya pelaku bisa merampas kemerdekaan korban dan mengeksploitasinya.

Bentuk eksploitasi pelaku terhadap korban dalam praktik perdagangan orang bisa beragam, mulai dari pemaksaan hubungan seksual, perbudakan atau kerja paksa, pengambilan organ/jaringan tubuh, atau pemanfaatan kemampuan korban lainnya secara paksa.

(Baca: 12 Ribu Organ Manusia Diperdagangkan Ilegal Tiap Tahun, Berapa Harganya?)

Dalam laporan Global Report on Trafficking in Persons 2022, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengestimasikan rasio jumlah korban perdagangan orang di kawasan Asia Timur dan Pasifik mencapai 0,34 korban per 100.000 penduduk pada 2020.

Namun, data UNODC hanya merepresentasikan jumlah korban yang terdeteksi dan tercatat pihak berwenang, sehingga rasio korban secara aktual bisa jadi lebih tinggi. Data ini juga sebatas mencakup korban dari 11 negara Asia Timur dan 8 negara Pasifik.

Negara Asia Timur yang tercakup dalam laporan UNODC adalah Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, Mongolia, Jepang, dan Tiongkok. Kemudian negara Pasifik meliputi Fiji, Palau, Tonga, Vanuatu, Kep. Solomon, Mikronesia, Australia, dan Selandia Baru.

Secara kumulatif, pada 2020 rasio korban perdagangan orang di Asia Timur dan Pasifik menurun dibanding 2019, sekaligus tergolong rendah dibanding sedekade terakhir seperti terlihat pada grafik.

Namun, penurunan rasio itu tidak serta-merta menunjukkan adanya perbaikan kondisi.

UNODC menilai perubahan tren itu dapat dipengaruhi tiga faktor, yang umumnya terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah, yaitu:

  • Kemampuan pemerintah untuk mendeteksi praktik perdagangan orang menurun;
  • Kesempatan pelaku untuk beroperasi berkurang, mengingat pada 2020 terjadi banyak pembatasan mobilitas terkait pandemi Covid-19; dan
  • Praktik perdagangan orang mungkin dilakukan di tempat yang lebih tersembunyi sehingga menjadi lebih sulit dideteksi.

Sepanjang 2020, korban perdagangan orang di Asia Timur dan Pasifik didominasi oleh perempuan dewasa dengan proporsi 58%. Kemudian korban dari kelompok laki-laki dewasa 18%, anak perempuan 21%, dan anak laki-laki 3%.

Adapun masalah perdagangan orang menjadi salah satu topik bahasan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

"Hal yang menyentuh kepentingan rakyat menjadi perhatian penting para leaders, termasuk perlindungan pekerja migran dan korban perdagangan manusia. Saya mengajak negara ASEAN untuk menindak tegas pelaku-pelaku utamanya," kata Presiden Jokowi dalam keterangan pers penutup rangkaian KTT ASEAN, Kamis (11/5/2023).

"Ini penting dan sengaja saya usulkan karena korbannya adalah rakyat ASEAN, dan sebagian besar adalah warga negara Indonesia," kata Jokowi.

(Baca: Ada 90 Ribu Korban Perdagangan Manusia di Seluruh Dunia pada 2021)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua