Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan baru, yakni POJK Nomor 26 Tahun 2022 tentang Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah.
Aturan tersebut mengubah ketentuan pendirian BPR Syariah yang tertuang dalam POJK Nomor 3/POJK.03/2016, salah satunya terkait batas modal minimum.
Dalam aturan lama, OJK menetapkan ada 4 zona pendirian BPR Syariah dengan modal disetor minimum antara Rp3,5 miliar sampai Rp12 miliar.
Namun, dalam aturan baru hanya ada 3 zona pendirian dengan modal disetor minimum berkisar Rp15 miliar sampai Rp75 miliar.
Berikut batas modal disetor minimum dan zonasi pendirian BPR Syariah baru, berdasarkan POJK Nomor 26 Tahun 2022:
Zona 1
- Wilayah: Semua provinsi di Pulau Jawa dan Bali
- Modal disetor minimum: Rp75 miliar
Zona 2
- Wilayah: Semua provinsi di Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat
- Modal disetor minimum: Rp35 miliar
Zona 3
- Wilayah: Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan semua provinsi di Pulau Papua
- Modal disetor minimum: Rp15 miliar
Selain mengubah zonasi dan modal minimum, POJK Nomor 26 Tahun 2022 berisi ketentuan baru terkait proses perizinan usaha, perubahan kepemilikan modal, persyaratan direksi dan dewan komisaris, kegiatan usaha, sampai pencabutan izin usaha BPR Syariah.
"Penyempurnaan aturan dilakukan terhadap 8 aspek kelembagaan melalui pendirian BPR Syariah secara lebih selektif, menciptakan proses perizinan yang lebih efektif dan efisien, serta menghadirkan kelembagaan BPR Syariah yang lebih tertata dan kuat," kata OJK dalam siaran persnya, Senin (26/12/2022).
(Baca: Negara dengan Fintech Syariah Terbanyak, Indonesia Juara)