Gaji pekerja di sektor energi terbarukan umumnya lebih rendah dibanding pekerja energi fosil. Hal ini tercatat dalam laporan World Energy Employment edisi September 2022 yang dirilis International Energy Agency (IEA).
Menurut laporan tersebut, pada 2019 pekerja pasokan batu bara di negara maju memiliki penghasilan rata-rata US$37.383/tahun, kemudian pekerja pasokan minyak dan gas bumi (migas) US$56.898/tahun.
Sedangkan gaji pekerja di sektor energi surya fotovoltaik dan energi angin rata-ratanya lebih rendah. Hal ini terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
"Industri yang sudah mapan seperti nuklir dan migas biasanya memiliki upah tertinggi. Sedangkan industri terkait konstruksi, seperti pemasangan panel surya atau efisiensi energi bangunan, memiliki premi upah lebih rendah," kata IEA dalam laporannya.
"Sektor energi baru, seperti energi surya, juga memiliki representasi serikat pekerja yang lebih kecil dibanding di industri bahan bakar fosil. Padahal keberadaan serikat pekerja bisa mendorong upah yang lebih tinggi," lanjutnya.
(Baca: Tiongkok Punya Lapangan Kerja Energi Terbarukan Paling Besar Sedunia)
Kendati upahnya lebih rendah, IEA memproyeksikan lapangan kerja energi terbarukan akan terus berkembang, seiring dengan komitmen negara-negara untuk melakukan transisi energi.
"Transisi energi akan menciptakan 14 juta lapangan kerja baru di bidang energi terbarukan pada 2030, dan mendorong 5 juta pekerja untuk bergeser dari sektor energi fosil," kata IEA.
IEA menilai pekerja ahli di sektor pasokan migas memiliki keterampilan yang bisa dimanfaatkan untuk transisi energi.
"Pekerja ahli teknik perminyakan sangat dibutuhkan untuk pengembangan energi panas bumi. Pekerja ahli teknik kimia di pengolahan migas juga bisa menggunakan kemampuannya untuk produksi bahan bakar hijau dan energi hidrogen," kata IEA.
Namun, pekerja di sektor pasokan batu bara dinilai bakal sulit masuk ke lapangan energi terbarukan.
"Mayoritas pekerja sektor batu bara adalah penambang, hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap transisi energi," kata IEA.
(Baca: Risiko Transisi Energi, Pekerja Sektor Energi Fosil Bisa Tersingkir)