Perusahaan Listrik Negara (PLN) dikabarkan mengalami oversupply, di mana suplai listriknya melebihi jumlah yang terjual ke pelanggan.
Jika merujuk ke laporan Statistik PLN 2021, fenomena oversupply ini memang sudah terlihat setidaknya sejak sembilan tahun terakhir.
Selama periode 2013-2021 total pasokan listrik PLN (yang diproduksi sendiri plus dibeli dari pihak lain) jumlahnya selalu lebih banyak sekitar 28 ribu-30 ribu GWh ketimbang total listrik yang terjual, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
(Baca: PLN Rutin Beli Listrik untuk Pasokan Nasional, Jumlahnya Terus Bertambah)
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah juga memperkirakan kelebihan suplai listrik PLN bakal naik lagi pada tahun depan, yang kemudian akan berpengaruh pada bertambahnya beban negara.
"Kalau nanti EBT masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 giga itu, karena kontrak take or pay, maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun," kata Said dalam rapat pembahasan RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Merespons masalah ini Badan Anggaran DPR RI pun sepakat mendorong kelompok rumah tangga untuk menaikkan langganan daya listrik mereka, supaya kelebihan suplai listrik PLN bisa terserap.
"Kami sepakat dengan pemerintah untuk (mendorong pelanggan) 450 VA menjadi 900 VA, dan 900 VA menjadi 1.200 VA, itu tegas," kata Said, seperti dilansir Katadata.co.id, Selasa (12/9/2022).
(Baca: Jika PLN Tidak Beli Listrik, Pasokannya Defisit)