Perusahaan Listrik Negara (PLN) rutin melakukan pembelian listrik dari pihak lain untuk memasok kebutuhan nasional.
Menurut laporan Statistik PLN 2021, listrik yang dibeli PLN jumlahnya terus meningkat dalam sembilan tahun terakhir, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Adapun pembelian listrik ini tampaknya membuat PLN mengalami oversupply, di mana jumlah pasokan listrik melebihi jumlah yang terjual ke konsumen.
Pada tahun 2021, misalnya. PLN memproduksi listrik sendiri sebesar 182,97 ribu GWh serta membeli dari pihak luar sebesar 106,49 ribu GWh. Dengan demikian, total pasokan listrik PLN pada 2021 mencapai 289,47 ribu GWh.
Sementara itu, listrik yang terjual ke pelanggan pada 2021 hanya 257,63 ribu GWh. Sehingga pada akhir tahun lalu ada kelebihan pasokan sekitar 31,8 ribu GWh.
Pola semacam ini juga sudah terlihat sejak sembilan tahun terakhir, di mana selama periode 2013-2021 terjadi kelebihan pasokan di kisaran 28 ribu-30 ribu GWh per tahun.
(Baca: Listrik PLN Selalu Oversupply sejak 9 Tahun Terakhir)
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah memperkirakan kelebihan suplai listrik PLN bakal naik lagi pada tahun depan, yang kemudian akan berpengaruh pada bertambahnya beban negara.
"Kalau nanti EBT masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 giga itu, karena kontrak take or pay, maka harus bayar Rp3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun," kata Said dalam rapat pembahasan RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Merespons masalah ini Badan Anggaran DPR RI pun sepakat mendorong kelompok rumah tangga untuk menaikkan langganan daya listrik mereka, supaya kelebihan suplai listrik PLN bisa terserap.
"Kami sepakat dengan pemerintah untuk (mendorong pelanggan) 450 VA menjadi 900 VA, dan 900 VA menjadi 1.200 VA, itu tegas," kata Said, seperti dilansir Katadata.co.id, Selasa (12/9/2022).
(Baca: Seperti BBM, Tarif Listrik RI di Bawah Harga Keekonomian)