Sanksi yang diberikan negara-negara Barat terhadap Rusia karena menyerang Ukraina membuat obligasi pemerintah Negeri Beruang Merah tersebut terancam gagal bayar (default). Sebagian besar cadangan devisa Rusia senilai US$ 640 miliar dibekukan oleh Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan negara-negara Uni Eropa.
Berdasarkan data Investing, indikator risiko investasi (Credit Default Swap/CDS) Pemerintah Rusia dalam mata uang asing untuk tenor 5 tahun telah berada di level 1.685,86 pada 2 Maret 2022. Angka tersebut melambung 308,7% ketika Rusia melancarkan serangan ke Ukraina (24/2), yang masih berada di posisi 412,48.
Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu, CDS obligasi Pemerintah Rusia telah melonjak 15.350 basis points (bps) atau 1.212,67%. Semakin tinggi nilai CDS mengindikasikan semakin besar risiko berinvestasi di negara tersebut.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Pemerintah Rusia pernah mengalami gagal bayar utang senilai US$ 40 miliar pada 1998 terimbas krisis finansial di Asia yang berdampak terhadap jatuhnya harga minyak mentah dunia. Presiden Rusia kala itu, Boris Yeltsin juga mendevaluasi mata uang rubel yang secara efektif telah bangkrut.
(Baca: Rusia Invasi Ukraina, Mata Uang Rubel Anjlok 13% Hari Ini)
Rusia memiliki kewajiban membayar kupon obligasi senilai US$ 107 juta untuk 2 obligasi dengan jatuh tempo pada 16 Maret 2022. Perusahaan gas raksasa Rusia, Gazprom juga memiliki kewajiban yang harus dibayar kepada investornya senilai US$ 1,3 miliar pada 7 Maret.
Lembaga pemeringkat utang S&P kembali memangkas peringkat utang Rusia menjadi CCC- dari sebelumnya BB+, sehingga peringkat utang negara tersebut masuk dalam kategori “sampah”. Negara Barat yang membombardir sanksi kepada Rusia membuat negara tersebut kini masuk dalam kategori negara gagal bayar.
Lembaga pemeringkat utang lainnya, Moody’s sebelumnya juga telah memangkas utang Rusia menjadi B3 dari sebelumnya Baa3.
(Baca: Diberondong Sanksi Negara Barat, Ekonomi Rusia Terancam Runtuh)