Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) November 2021 di angka US$215,01. Ini merupakan cetak rekor harga HBA tertinggi yang berhasil menembus US$ 200 per ton sejak pencatatan pertama pada 2009.
HBA pada November 2021 ini melonjak 33% dari HBA Oktober 2021 yang ditetapkan sebesar US$ 161,63 per ton. Jika dilihat dari awal tahun, HBA tersebut meroket 183,5% dari HBA Januari yang di level US$ 75,84 per ton.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh datangnya musim dingin dan krisis batu bara di Tiongkok yang berimbas pada harga batu bara global. Faktor komoditas lain seperti kenaikan harga gas alam juga berpengaruh terhadap harga batu bara global. Kenaikan harga komoditas dasar ini akibat dari adanya pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19.
HBA memang tercatat mengalami peningkatan drastis sejak awal tahun. Dibuka di level US$ 75,84 per ton pada Januari 2021, HBA meningkat jadi US$ 87,79 per ton pada Februari. Sempat turun jadi US$ 84,47 per ton pada Maret, HBA kemudian terus menanjak hingga November.
HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya. Adapun, kualitasnya disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA, yaitu supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain, seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turut berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.