Setiap tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Tani Nasional. Sayangnya, sebagai negara yang penduduknya banyak bekerja di sektor pertanian, belum semua petani di Indonesia memiliki tingkat kesejahteraan yang baik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan petani Indonesia di beberapa daerah justru menurun. Nilai Tukar Petani (NTP) di 7 provinsi berada di bawah 100 pada Agustus 2021. Itu mengindikasikan bahwa kesejahteraan petani di 7 provinsi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi dasar perhitungan awal indeks NTP pada 2018 yakni 100 (2018=100) dan juga berada di bawah NTP nasional yang sebesar 104,68.
NTP >100 mengindikasikan bahwa petani mengalami surplus karena pendapatan petani naik dan lebih besar dari pengeluaran dari awal periode perhitungan indeks. Kemudian, NTP = 100 mengindikasikan bahwa usaha petani mengalami impas atau break even karena pendapatan yang diterima petani sama dengan biaya yang dibayar oleh petani. Sementara, angka NTP < 100 mengindikasikan bahwa petani mengalami defisit karena pendapatan yang diterima petani lebih rendah dengan biaya yang dibayar oleh petani .
Dari 7 provinsi yang memiliki NTP rendah, sebanyak 3 provinsi berada di Jawa, 2 provinsi di Sulawesi, 1 provinsi di Nusa Tenggara dan 1 di Bali. Sementara 27 provinsi lainnya memiliki NTP lebih tinggi.
NTP Bali tercatat paling rendah pada Agustus 2021, yakni hanya 92,88. Artinya, kesejahteraan petani di Pulau Dewata tersebut terendah dibandingkan dengan petani di 33 provinsi lainnya. NTP terendah berikutnya adalah Nusa Tenggara Timur, yakni hanya sebesar 95,05, NTP Jawa Barat 96,46, NTP Daerah Istimewa Yogyakarta 96,63, lalu NTP Banten 96,65, NTP Sulawesi 98,19, dan NTP Sulawesi Tenggara 99,87.
Kesejahteraan petani di 7 provinsi tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan periode awal indeks, yakni pada awal 2018 sebagai awal perhitungan indeks NTP. Indeks harga yang diterima (it) petani cenderung lebih rendah dibandingkan dengan indeks harga yang harus dibayar (ib) oleh petani sepanjang Januari 2018 – Agustus 2021.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan tukar atas barang-barang (produk) yang dihasilkan petani di pedesaan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan barang/jasa yang dibutuhkan untuk keperluan dalam proses produksi pertanian maupun untuk konsumsi rumah tangga.