Nilai tukar rupiah terus menunjukkan keperkasaanya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua bulan terakhir. Penguatan rupiah ini salah satunya dipicu oleh naiknya imbal hasil (yield) obligasi Pemerintah Indonesia hingga mendekati 8%. Naiknya yield tersebut serta terjaganya laju inflasi membuat selisih keuntungan riil investor di Surat Utang Negara (SUN) kian melebar.
Berdasarkan data Asiabondsonline, imbal hasil SUN acuan untuk tenor 10 tahun berada di level 7,95% sementara laju inflasi hingga Oktober 2018 hanyak 3,16%. Artinya terdapat selisih keuntungan riil bagi investor sebesar 479 bps. Potensi keuntungan tersebut merupakan yang terbesar dibanding selisih yield obligasi terhadap inflasi di negara lainnya seperti Malaysia, Vietnam maupun Amerika. Bahkan selisih yield obligasi terhadap inflasi di Hong Kong dan Jepang negatif.
Imbal hasil investasi di Indonesia yang cukup menggiurkan tersebut membuat para manager pengelola dana global kembali masuk ke pasar finansial. Imbasnya, nilai tukar rupiah pada perdagangan, Kamis (29/11) berdasarkan data Bloomberg berhasil menguat ke Rp 14.383/dolar Amerika Serikat (AS) yang merupakan posisi terkuat rupiah sejak (18/7). Keuntungan investor juga akan bertambah seiring terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar 5,6% dari level terlemahnya di Rp 15.238/dolar AS (9/10).