Ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan perbaikan sehingga memicu inflasi mendorong kenaikan yield (imbal hasil) obligasi global. Ekonomi AS yang tumbuh di atas 4% serta inflasi AS sebesar 2,7% telah mendorong The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali hingga akhir tahun depan. Kekhawatiran tersebut membuat yield obligasi Amerika (tenor 10 tahun) sepanjang tahun ini (ytd) telah naik 0,83% (82,7 bps) ke level 3,23% .
Dampak tersebut langsung berimbas terhadap obligasi/surat utang negara-negara di kawasan Asia Tenggara, di mana imbal hasilnya ikut bergerak naik. Kenaikan yield obligasi pemerintah Filipina sepanjang tahun ini tercatat paling besar, yakni 2,11% (210,5 bps) ke level 7,8%. Lalu diikuti obligasi pemerintah Indonesia di urutan kedua yang naik sebesar 2,06% (205,9 bps) ke level 8,38%.
Selain karena faktor eksternal, kenaikan yield obligasi Indonesia juga dipicu oleh terpuruknya nilai tukar rupiah yang telah terdepresiasi hingga menembus level Rp 15.100/dolar AS. Kekhawatiran defisit perdagangan yang kian melebar membuat rupiah terpuruk ke level terendahnya dalam 20 tahun terakhir.