Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) sedang memproses 2,3 juta hektare (ha) perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan. Evaluasi ini dilakukan mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Moratorium perluasan lahan sawit ini diharapkan menjadi awal penyelesaikan konflik pertanahan antara masyarakat dengan korporasi pengelola perkebunan sawit.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian luas lahan sawit Indonesia pada 2017 mencapai 12,3 juta ha. Dari jumlah tersebut, seluas 6,8 juta ha atau 55,24% lahan sawit pengusahaannya dilakukan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS). Sekitar 4,8 juta ha (38,64%) pengusahaannya dilakukan Perusahaan Besar Negara (PBN), sisanya seluas 753 ribu hektare merupakan Perkebunan Rakyat.
Inpres mengenai moratorium lahan sawit bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan, termasuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca. Sebab perluasan lahan kelapa sawit secara masif dianggap berkontribusi terjadinya peningkatan emisi gas karbon. Selain itu, penghentian perluasan lahan selama tiga tahun tersebut juga untuk meningkatkan perbaikan standar pengelolaan kelapa sawit dimata internasional dengan penerbitan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).