Berdasarkan hasil survei Kurious-Katadata Insight Center (KIC), mayoritas masyarakat Indonesia yakin bahwa konversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik akan mengurangi polusi udara.
Proporsi responden yang yakin akan hal tersebut mencapai 65,8%. Rinciannya, 44,3% responden mengatakan yakin, dan 21,5% sangat yakin.
Sementara, ada 30,5% responden yang tidak yakin bahwa konversi kendaraan BBM ke kendaraan listrik bakal mengurangi polusi udara.
Kelompok itu terdiri dari 26,2% responden yang mengatakan tidak yakin, dan 4,4% responden sangat tidak yakin. Sisanya, ada 3,6% responden yang mengatakan tidak tahu.
Survei Kurious-KIC tersebut dilakukan terhadap 933 responden yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan proporsi 51,2% responden perempuan dan 48,8% responden laki-laki.
Mayoritas responden berasal dari Pulau Jawa selain Jakarta, yakni 62,1%, diikuti responden dari DKI Jakarta (15%) dan Pulau Sumatra (13,3%). Sementara, proporsi responden yang berasal dari Sulawesi, Kalimantan, Bali-Nusa, dan Maluku-Papua berada di rentang 0,2-3,5%.
Sebagian besar responden berasal dari kelompok usia antara 25-34 tahun (36,3%), disusul kelompok 35-44 tahun (28,9%) dan kelompok 45-54 tahun (16,9%).
Pengumpulan data dilakukan pada 22-29 Agustus 2023 menggunakan metode computer-assisted web interviewing (CAWI), dengan toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 3,2% dan tingkat kepercayaan 95%.
(Baca: Menteri LHK: Polusi Udara Jabodetabek Banyak Berasal dari Kendaraan dan PLTU)
Adapun pandangan mayoritas responden dalam survei ini berbeda dengan pendapat Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak. Ia menilai kehadiran kendaraan listrik tak akan mampu mengatasi polusi udara di Ibu Kota.
"Menanam pohon, kendaraan listrik, menyiram jalanan, dan kegiatan lainnya itu tidak menyentuh penyebab polusi," kata Gilbert dilansir dari Antara, Selasa (29/8/2023).
Menurut Gilbert, sejumlah program pemerintah itu tidak diaplikasikan melalui pendekatan ilmiah yang berbasis riset data.
Ia menyebut ada beragam data yang seharusnya bisa dijadikan pedoman, seperti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan 44% penyebab polusi dari kendaraan bermotor, 30% dari industri, dan sisanya rumah tangga.
Ada pula data Dinas Lingkungan Hidup DKI yang menyatakan 70% polusi udara berasal dari kendaraan bermotor.
Dari data tersebut, Gilbert menilai bahwa solusi permasalahan polusi udara adalah peningkatan transportasi publik di lokasi yang belum tersedia, dan pemerintah tegas mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
"(Pembangunan) LRT dan MRT butuh waktu lama dan biaya besar, namun TransJakarta paling memungkinkan, tapi dengan penambahan jalur dan waktu antara atau headway yang tidak lama," kata Gilbert.
(Baca: Survei Kurious: Banyak Orang Yakin WFH Bisa Kurangi Polusi Udara)