Menurut proyeksi Google, Temasek, dan Bain & Company dalam laporan e-Conomy SEA 2023, nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) e-commerce di Indonesia tahun ini akan mencapai US$62 miliar.
Angka tersebut tumbuh 7% secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dibanding 2022 yang tingkat pertumbuhannya mencapai 20% (yoy).
Google, Temasek, dan Bain & Company menilai, pertumbuhan e-commerce Indonesia pada 2023 melambat karena banyak perusahaan mengubah strategi bisnis.
"Para pelaku e-commerce, layanan pesan-antar makanan, dan layanan transportasi online mengurangi promosi dan insentif, demi menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas," kata tim Google dalam laporannya.
"Pertumbuhan melambat karena konsumen yang sensitif terhadap harga mencari pilihan alternatif. Namun, jumlah konsumen yang bertahan cukup banyak, sehingga mengimbangi pertumbuhan pasar yang melambat dengan pertumbuhan pendapatan bersih yang lebih tinggi," lanjutnya.
Adapun tim Google memproyeksikan GMV e-commerce Indonesia bisa naik menjadi US$82 miliar pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk atau compound annual growth rate (CAGR) sebesar 15%, bahkan bisa mencapai US$160 miliar pada 2030.
Namun, mereka menilai ekonomi digital Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya terkait regulasi.
"Di satu sisi, standar dan kerangka kerja pembayaran digital secara nasional (di Indonesia) telah memicu peningkatan tajam dalam adopsi pembayaran digital," kata tim Google.
"Di sisi lain, aturan baru yang melarang penjualan e-commerce produk impor dengan harga di bawah US$100, yang diterapkan untuk mendukung pedagang lokal, mungkin memiliki dampak negatif terhadap pasar secara keseluruhan," lanjutnya.
(Baca juga: E-commerce, Sektor Penyumbang Ekonomi Digital Terbesar Indonesia pada 2023)