Menurut data Institute for Management Development (IMD), nilai daya saing digital Indonesia berfluktuasi dalam lebih dari sedekade terakhir, tepatnya sejak 2013 hingga 2024.
Pada 2013, skor daya saing digital Indonesia hanya 33,38 poin dari skala 0-100 poin.
Namun pada 2015, angkanya justru turun menjadi 31,91 poin. Torehan ini menjadi yang paling rendah dalam 11 tahun belakangan.
Kendati begitu, tahun-tahun setelahnya nilai daya saing digital terpantau meningkat. Bahkan pada 2019 telah mencapai 58,01 poin.
Sayangnya nilai pada 2020 dan 2021 justru turun dari 2019, masing-masing sebesar 50,07 dan 50,15.
Tiga tahun setelahnya, daya saing digital Indonesia dinilai membaik sehingga skornya pun konsisten meningkat. Data terakhir pada 2024, nilainya mencapai 61,36—menempatkan Indonesia di posisi ke-43.
Peringkat daya saing digital dari IMD menyurvei 67 negara. Ada tiga pilar penilaian, yakni pengetahuan (knowledge), teknologi, dan kesiapan masa depan (future readiness level).
Dalam komponen pengetahuan, ada penilaian terhadap bakat, pelatihan dan pendidikan, hingga konsentrasi ilmiah.
Sementara komponen teknologi, di antaranya kerangka regulasi, permodalan, hingga kerangka kerja teknologi.
Pilar terakhir, kesiapan masa depan, terdiri atas sikap adaptif terhadap teknologi, pergerakan bisnis, hingga integrasi informasi dan teknologi (IT).
Secara keseluruhan, penilaian memiliki 9 sub-faktor. Kesembilan sub-faktor ini terdiri dari 59 kriteria yang menjadi landasan pemeringkatan.
(Baca juga: Indeks Pelayanan Online Pemerintah RI Urutan ke-3 ASEAN 2024)