Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terdapat 10,4% masyarakat di daerah tertinggal yang berlangganan internet tetap secara bulanan.
Di kelompok tersebut, sebanyak 38,7% responden mengeluarkan biaya antara Rp300 ribu sampai Rp500 ribu untuk berlangganan internet per bulan.
Lalu 37,5% responden menghabiskan Rp100 ribu sampai Rp300 ribu; 15,5% mengeluarkan biaya kurang dari Rp100 ribu; dan 7,7% lebih dari Rp500 ribu per bulan.
APJII juga menyurvei alasan masyarakat daerah tertinggal berlangganan internet tetap. Hasilnya, mayoritas atau 56,5% menggunakan layanan ini karena dapat diakses oleh semua anggota keluarga.
Lalu 19% menilai lebih murah; 11,99% menyebut lebih stabil koneksinya; dan 8,9% karena tidak ada batasan kuota.
Survei APJII ini melibatkan 1.950 responden dari 64 daerah tertinggal yang tersebar di 17 provinsi. Pengambilan data dilakukan pada Juli-September 2024 melalui wawancara tatap muka dan telepon.
Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes-PDTT) Nomor 11 Tahun 2020, "daerah tertinggal" adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional.
Sebanyak 59,23% responden merupakan laki-laki dan 40,77% lainnya responden perempuan. Responden didominasi oleh generasi milenial atau usia 28-43 tahun (40,10%), diikuti generasi Z atau usia 12-27 tahun (34,36%), dan generasi X atau usia 44-59 tahun (6,05%).
(Baca: Internet Begitu Dibutuhkan Masyarakat Daerah Tertinggal di Indonesia)