Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan, penerimaan pajak Indonesia dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp25,8 triliun pada Juni 2024.
Realisasi tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang sebanyak Rp20,8 triliun.
Pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha PMSE menjadi pungut PPN hingga Juni 2024. Dalam periode ini juga tidak ada penunjukkan, pembetulan atau perubahan data, maupun pencabutan pemungutan PPN PMSE.
Berikutnya ada setoran pajak digital dari financial technology (fintech) P2P lending sebesar Rp2,19 triliun.
Secara rinci, pajak fintech ini berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) senilai Rp732,34 miliar. Lalu PPh 26 dari bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) Rp270,98 miliar, dan PPN DN atas setoran masa Rp1,19 triliun.
Kemudian terdapat pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang/jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) senilai Rp2,09 triliun. Ini terdiri dari PPh sebesar Rp141,23 miliar dan PPN sejumlah Rp1,95 triliun.
Terakhir, penerimaan pajak digital dari kripto sebesar Rp798,84 miliar pada Juni 2024.
Nilai tersebut terdiri atas penerimaan PPh 22 sebesar Rp422,71 miliar dan penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Di samping itu Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengungkapkan, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya.
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” kata Dwi dalam keterangannya, dilansir dari Antara, Senin (22/7/2024).
(Baca: Penerimaan Perpajakan Naik pada 2023, Rasionya Turun Tipis)