Nama Agus Rahardjo kembali ramai diperbincangkan setelah memberikan pengakuan atas kasus yang ditanganinya saat memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019.
Agus mengaku pernah dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana Negara, seorang diri. Saat itu, Jokowi marah kepadanya dan meminta untuk menghentikan kasus megakorupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto, Ketua DPR 2014-2019 sekaligus Ketua Umum Golkar.
Kasus yang merugikan negara hingga lebih dari Rp2,3 triliun itu hanyalah satu dari sekian kasus yang ditangani Agus Rahardjo dkk.
Melansir CNN Indonesia, dalam laporan kinerja KPK 2016-2019, KPK mencetak 539 kasus di tingkat penyidikan. Kemudian di tingkat penyelidikan ada 498 kasus dan penuntutan 433 perkara.
Selain itu, ada eksekusi 383 perkara dan kasus berkekuatan hukum tetap atau inkrah sebanyak 286 perkara. Terdapat juga operasi tangkap tangan (OTT), operasi senyap yang dianggap sebagai pintu masuk membongkar suatu perkara, sebanyak 87 kasus. Tersangka dari OTT KPK pun mencapai 327 orang.
Penindakan ini dilakukan KPK di bawah Agus Rahardjo bersama komisioner lainnya, yakni Saut Situmorang, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, dan Alexander Marwata.
"Selama empat tahun terakhir, ada 608 tersangka yang kami tangani dalam berbagai modus perkara," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Korupsi e-KTP sendiri merupakan kasus yang sudah diselidiki sejak 2014. KPK melanjutkan kembali penanganan itu pada 2016 dan hingga 2022 telah menetapkan 14 tersangka.
(Baca juga: OTT KPK Era Firli Bahuri Menurun? Ini Datanya)
Jokowi marah kepada Agus
Melansir Katadata, Jokowi yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, sempat menyampaikan kemarahan kepada Agus.
"Begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau berteriak: Hentikan," kata Agus dalam sebuah wawancara di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
Awalnya, Agus mengaku heran hal apa yang diminta Jokowi untuk disetop. Ternyata yang minta dihentikan adalah kasus KTP elektronik.
"Setelah saya duduk (mendapatkan penjelasan), ternyata yang dihentikan adalah kasusnya Pak Setnov," katanya.
Agus lalu menjelaskan kepada Jokowi bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka Setya Novanto sudah keluar tiga pekan sebelumnya.
"Kami juga (saat itu) tak punya kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)," katanya.
Agus mengatakan dirinya tak bercerita kepada komisioner lain soal pemanggilan tersebut. Meski demikian, ia belakangan menyadari satu hal bahwa Jokowi merasa KPK tak mau diperintah. Akhirnya, sambung Agus, setelah kejadian itu ada revisi UU KPK, ada SP3, berada di bawah Presiden.
(Baca juga: Kinerja KPK Era Firli Bahuri Meningkat, Meski Tak Sekuat Pendahulunya)
Istana bantah Jokowi meminta setop e-KTP
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan bahwa pihaknya tidak menemukan salinan rekam jejak dari pertemuan tersebut.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda presiden," kata Ari lewat pesan singkat WhatsApp yang diwartakan Katadata pada Jumat (1/12/2023).
Ari juga membantah adanya instruksi khusus dari Jokowi kepada KPK untuk menghentikan proses hukum terhadap Setnov, sapaan tersangka tersebut.
"Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017, dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," ujar Ari.
(Baca juga: Gratifikasi, Kasus Korupsi Terbanyak di Indonesia sampai Oktober 2023)