Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor minyak dan gas (migas) Indonesia senilai US$ 1,09 miliar pada Desember 2021. Sedangkan nilai impor migas mencapai US$ 3,38 miliar pada bulan yang sama.
Alhasil, neraca perdagangan migas Indonesia mengalami defisit US$ 2,28 miliar atau setara Rp 32,6 triliun (kurs Rp 14.269 per US$) pada akhir tahun lalu. Defisit migas tersebut meningkat 34,96% dibanding bulan sebelumnya. Defisit tersebut juga merupakan yang terdalam sepanjang sejarah.
Secara akumulasi periode Januari-Desember 2021, nilai ekspor migas nasional mencapai US$ 12,28 miliar, sementara nilai impor migas sebesar US$ 25,53 miliar. Dengan demikian, sepanjang tahun lalu neraca migas mengalami defisit US$ 13,25 miliar. Nilai tersebut melonjak lebih dari dua kali lipat atau 120,68% dibanding tahun sebelumnya hanya US$ 6,01 miliar.
Sejak pertengahan 2012, neraca perdagangan migas hampir mengalami defisit seiring meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak domestik. Sementara produksi minyak semakin terbatas. Neraca perdagangan migas Indonesia pernah mengalami defisit yang cukup dalam pada Juli 2013, yakni mencapai US$ 1,9 miliar.
Secara total, nilai impor migas dan nonmigas Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai US$ 231,54 miliar, sedangkan nilai ekspornya sebesar US$ 196,2 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan sepanjang tahun lalu mengalami surplus US$ 35,34 miliar.
(Baca: Neraca Perdagangan Indonesia Hanya Surplus US$ 1,02 Miliar pada Akhir 2021, Ini Pemicunya)