Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 2.018 ton logam mulia dan perhiasan/permata senilai US$814 juta sepanjang Januari-April 2024.
Impor barang berkode HS 71 ini paling banyak berupa emas batangan yang belum ditempa. Jika dikonversi, nilainya kira-kira setara dengan Rp12,9 triliun (asumsi kurs Rp15.913 per US$).
Pada Januari-April 2024 impor logam mulia dan perhiasan paling banyak berasal dari Australia, dengan nilai US$242,16 juta.
Indonesia juga banyak mengimpor komoditas serupa dari Hong Kong (US$184,39 juta), Swiss (US$130,58 juta), Singapura (US$91,07 juta), dan negara-negara lainnya (US$165,39 juta).
Menurut Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, impor ini terjadi di tengah melonjaknya indeks harga logam mulia atau precious metals.
"Karena di tengah tekanan konflik geopolitik khususnya di Timur Tengah, logam mulia dianggap sebagai alternatif aset yang lebih aman," kata Pudji dalam konferensi pers daring, Rabu (15/5/2024).
(Baca: Proyeksi Bank Dunia, Harga Emas Memuncak pada 2024)