Dapatkan akses instan ke artikel “Neraca Perdagangan Migas Mengalami Defisit Sejak 2012”.
Rp10.000
Kami menerima pembayaran berikut:
Beberapa metode pembayaran masih dalam proses aktivasi.
Neraca Perdagangan Migas (1975-Jul 2018)
:[/]
[bold]
:[/]
[bold]
Nama Data
Neraca Perdagangan Migas
1975
2,33 Miliar
1976
2,87 Miliar
1977
6,57 Miliar
1978
6,86 Miliar
1979
8,08 Miliar
1980
16,04 Miliar
1981
18,94 Miliar
1982
14,85 Miliar
1983
12 Miliar
1984
13,32 Miliar
1985
11,44 Miliar
1986
7,19 Miliar
1987
7,49 Miliar
1988
6,77 Miliar
1989
7,48 Miliar
1990
-588,6 Juta
1991
-3,13 Miliar
1992
-3,14 Miliar
1993
7,58 Miliar
1994
7,33 Miliar
1995
7,55 Miliar
1996
8,13 Miliar
1997
7,7 Miliar
1998
5,22 Miliar
1999
6,11 Miliar
2000
8,35 Miliar
2001
7,15 Miliar
2002
5,61 Miliar
2003
6,03 Miliar
2004
3,91 Miliar
2005
1,77 Miliar
2006
2,25 Miliar
2007
155,8 Juta
2008
-1,43 Miliar
2009
37,6 Juta
2010
626,9 Juta
2011
775,5 Juta
2012
-5,59 Miliar
2013
-12,63 Miliar
2014
-13,13 Miliar
2015
-5,94 Miliar
2016
-5,63 Miliar
2017
-8,57 Miliar
2018
-12,7 Miliar
A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar
Neraca perdagangan minyak dan gas (migas) Indonesia mengalami defisit sejak 2012. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor migas mencapai US$ 42,56 miliar sementara nilai ekspor migas hanya US$ 36,98 miliar, sehingga neraca perdagangan migas terjadi defisit US$ 5,59 miliar.
Turunnya volume ekspor minyak mentah dan hasil minyak yang lebih cepat dibanding volume impor membuat defisit volume perdagangan minyak semakin melebar. Imbasnya, defisit neraca perdagangan minyak semakin membesar. Namun, masih tingginya volume ekspor gas membuat neraca perdagangan migas tidak mengalami defisit lebih dalam.
>
Lifting minyak yang mengalami tren penurunan yang diimbangi dengan meningkatnya permintaan bahan bakar minyak (BBM) domestik membuat neraca perdagangan migas Indonesia selalu defisit sejak 2012 hingga 2018. Defisit neraca perdagangan migas mencapai puncak tertingginya sebesar US$ 13,44 miliar pada 2014 seiring melonjaknya harga minyak hingga di atas US$ 100/barel. Namun, pada 2015 defisit perdagangan migas menyusut setelah Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi di awal pemerintahannya karena dianggap tidak tepat sasaran.