Kabupaten Sleman Catat Pengeluaran Rokok dan Tembakau Tertinggi di DIY pada 2024Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, besar pengeluaran untuk rokok dan tembakau di Kabupaten Sleman mencapai Rp142.067 per kapita per bulan pada tahun 2024.
Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 14,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp124.373,15.
(Baca: PDB Paritas Data Beli (PPP) Yaman 2015 - 2024)
Dengan angka ini, Kabupaten Sleman menduduki peringkat pertama di antara kabupaten/kota se-DI Yogyakarta dan peringkat 183 secara nasional.
Secara keseluruhan, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan di Kabupaten Sleman untuk aneka barang dan jasa adalah Rp374.933, menunjukkan proporsi signifikan dari pengeluaran dialokasikan untuk rokok dan tembakau.
Jika dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan lain, alokasi untuk rokok dan tembakau cukup besar.
Sebagai contoh, pengeluaran untuk kecantikan tercatat Rp76.144, perawatan Rp93.002, dan sabun mandi Rp85.464.
Sementara itu, pengeluaran untuk makanan jadi mencapai Rp386.055.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok dan tembakau bersaing dengan kebutuhan dasar lainnya dalam alokasi anggaran rumah tangga di Kabupaten Sleman.
(Baca: Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Perawatan Kulit Kab. Mamberamo Raya | 2024)
Secara historis, pengeluaran untuk rokok dan tembakau di Kabupaten Sleman terus mengalami peningkatan sejak tahun 2018.
Pada tahun 2018, pengeluaran tercatat sebesar Rp83.005, kemudian meningkat menjadi Rp84.525 pada 2019, Rp94.751 pada 2020, Rp101.273 pada 2021, dan Rp108.079 pada 2022.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2020, yaitu sebesar 12,1 persen, dan tahun 2023 sebesar 15,1 persen.
Meskipun terdapat fluktuasi, tren secara keseluruhan menunjukkan peningkatan yang konsisten dalam pengeluaran untuk rokok dan tembakau.
Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di DI Yogyakarta, Kabupaten Sleman memiliki nilai pengeluaran tertinggi untuk rokok dan tembakau pada tahun 2024, yaitu Rp142.067.
Kota Yogyakarta berada di peringkat kedua dengan Rp120.881, diikuti Kabupaten Bantul Rp113.055, Kabupaten Gunung Kidul Rp98.686, dan Kabupaten Kulonprogo Rp88.569.
Pertumbuhan pengeluaran tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta dengan 17,1 persen, sementara Kabupaten Kulonprogo mencatat pertumbuhan paling sedikit, yaitu 1,1 persen.
Kota Yogyakarta
Pada tahun 2024, Kota Yogyakarta mencatatkan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk bukan makanan sebesar Rp1.414.471, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.414.249,09. Dengan pertumbuhan yang hampir stagnan yaitu 0 persen, Kota Yogyakarta tetap menduduki peringkat pertama dalam hal pengeluaran bukan makanan di antara kabupaten/kota di DI Yogyakarta. Data menunjukkan bahwa pengeluaran untuk sektor non-makanan di Kota Yogyakarta cenderung stabil pada level yang tinggi.
Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan, mencapai Rp884.007 pada tahun 2024, naik 18,9 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp743.705,88. Dengan pencapaian ini, Kabupaten Sleman menduduki peringkat pertama dalam pengeluaran untuk makanan di DI Yogyakarta. Peningkatan ini mencerminkan adanya peningkatan konsumsi makanan di kalangan penduduk Kabupaten Sleman.
Kabupaten Bantul
Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan dan bukan makanan di Kabupaten Bantul mencapai Rp1.730.550 pada tahun 2024, meningkat sebesar 18,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.456.783,38. Kabupaten Bantul berada di peringkat ketiga dalam hal pengeluaran total ini di DI Yogyakarta. Pertumbuhan yang signifikan ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan dan kemampuan konsumsi masyarakat di Kabupaten Bantul.
Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk bukan makanan, yaitu sebesar 42,1 persen, mencapai Rp574.926 pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp404.669,55. Meskipun demikian, Kabupaten Gunung Kidul masih berada di peringkat terakhir dalam hal pengeluaran bukan makanan di antara kabupaten/kota di DI Yogyakarta. Data ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam konsumsi barang dan jasa non-makanan di Kabupaten Gunung Kidul, meski dari basis yang lebih rendah dibandingkan wilayah lain.