Perang Rusia-Ukraina yang meletus pada 2022 memicu krisis pasokan energi di banyak negara, yang kemudian mendorong lonjakan harga minyak dunia.
Namun, meski perang tersebut belum usai sampai sekarang, harga minyak pada 2023 diprediksi tak akan semahal tahun lalu.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2023, Bank Dunia memproyeksikan rata-rata harga minyak mentah Brent tahun ini berada di level USD 84 per barel.
Angka itu lebih rendah dibanding 2022, yang rata-rata harganya mencapai USD 99,8 per barel.
Meski ada penurunan, harga minyak mentah Brent pada 2023 diprediksi tetap lebih mahal dibanding tahun 2015-2019, yang rata-rata harganya ketika itu hanya USD 57 per barel.
(Baca: Pasokan Global Turun, Harga Minyak Mentah Indonesia Menguat April 2023)
Bank Dunia juga memperkirakan konsumsi minyak global tahun ini akan meningkat sekitar 2% dibanding tahun lalu. Faktor pendorong utamanya adalah pemulihan aktivitas industri Tiongkok, serta naiknya permintaan bahan bakar untuk transportasi.
Kemudian produksi minyak global pada 2023 diproyeksikan meningkat 1,2% dibanding tahun lalu. Namun, ada sejumlah kondisi yang bisa membuat produksi lebih rendah dari perkiraan.
"Investasi produsen minyak di luar OPEC+ mungkin mengecewakan, mengingat adanya pergeseran permintaan akibat transisi energi fosil," kata Bank Dunia.
"Produksi di ladang-ladang minyak tua menurun sekitar 9% per tahun, dan dibutuhkan investasi baru untuk mempertahankan tingkat produksi saat ini," lanjutnya.
(Baca: Lifting Migas Indonesia Turun pada 2022, Terendah dalam 13 Tahun)