Laporan Global Witness menunjukkan bahwa pertambangan dan ekstraktif menjadi sektor korporasi dengan kasus pembunuhan terhadap aktivis lingkungan atau pembela HAM terbanyak di dunia, yakni 25 kasus pada 2023.
Dari 25 kasus kematian aktivis lingkungan, 23 di antaranya terjadi di kawasan Amerika Latin dan Karibia. Global Witness juga mengungkap, lebih dari 50% pembunuhan aktivis terkait pertambangan antara tahun 2012 dan 2023 terjadi di Amerika Latin.
Indonesia 'menyumbang' daftar ini dengan satu kasus, yakni pembunuhan Sabriansyah pada 30 Maret 2023. Sisanya ada India, yakni pembunuhan Sashikant Warishe pada 6 Februari 2023.
Global Witness menyebut, lebih dari 40% dari semua pembunuhan terkait pertambangan terjadi di Asia antara tahun 2012 dan 2023.
"Wilayah ini memiliki cadangan alam yang signifikan dari mineral penting yang vital bagi teknologi energi bersih, termasuk nikel, timah, unsur tanah jarang, dan bauksit," tulis tim riset yang dikutip pada Rabu (18/9/2024).
Menurut Global Witness, ini bisa menjadi kabar baik bagi transisi energi, tetapi tanpa perubahan drastis pada praktik pertambangan, hal itu tetap membuat para pembela HAM dalam bahaya dan tekanan.
Sektor terbanyak kedua adalah penebangan, yakni 5 kasus. Seluruh kasus ini berasal dari Amerika Latin dan Karibia, khususnya Kolombia, Meksiko, dan Peru.
Ketiga, perikanan, sebanyak 5 kasus. Berdasarkan negaranya ada Kolombia sebanyak 3 kasus, Ghana 1 kasus, dan Filipina 1 kasus.
Agribisnis berada di posisi keempat dengan 4 kasus, berasal dari Brasil 2 kasus. Di Indonesia juga terjadi 2 kasus dengan nama Logam dan Gijik yang dibunuh masing-masing pada 1 Juli 2023 dan 7 Oktober 2023.
Kelima, sektor jalan dan infrastruktur dengan 4 kasus kematian. Sedikitnya 2 kasus dari Meksiko,1 dari AS, dan 1 dari Rwanda.
Terakhir, sektor pembangkit air dengan kasus 2 pembunuhan berasal dari Kolombia dan Honduras.
(Baca juga: 10 Negara dengan Pembunuhan Aktivis Lingkungan Tertinggi 2023)