Menurut laporan Pemprov DKI dan Vital Strategies, organisasi global di bidang kesehatan, sektor transportasi merupakan kontributor utama polusi udara PM2,5 di Jakarta.
PM2,5 adalah partikel berukuran kurang dari 2,5 mikrometer. Karena ukurannya yang sangat kecil partikel jenis ini dapat masuk ke sistem pernapasan, mengendap di paru-paru bagian dalam, serta berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan seperti:
- Iritasi, batuk-batuk dan kesulitan bernapas;
- Menurunnya fungsi paru-paru;
- Memperparah penyakit asma;
- Menimbulkan bronkhitis kronis;
- Serangan jantung ringan;
- Kematian dini bagi penderita penyakit jantung dan paru-paru.
Pemprov DKI dan Vital Strategies memperkirakan total emisi PM2,5 di Jakarta pada tahun 2018 mencapai 7.842 ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 67,04% berasal dari sektor transportasi.
Emisi PM2,5 di Jakarta juga berasal dari sektor industri, pembangkit listrik, perumahan, dan sektor komersial dengan proporsi seperti terlihat pada grafik.
Namun, PM2,5 bukan satu-satunya polutan yang mengotori udara Ibu Kota. Berikut daftar polutan lainnya:
- Sulfur dioksida (SO2);
- Nitrogen oksida (NOx);
- Karbon monoksida (CO);
- Partikel halus berukuran kurang dari 10 mikrometer (PM10);
- Karbon hitam (BC); dan
- Senyawa organik volatil non-metana (NMVOCs).
Sektor transportasi bertanggung jawab paling besar atas emisi polutan-polutan di atas, kecuali SO2. Emisi SO2 di Jakarta diperkirakan mencapai 4.256 ton pada 2018 dan mayoritasnya berasal dari sektor industri.
Menurut Clean Air Catalyst, sebuah program kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan organisasi nonpemerintah, polusi udara dapat pula menimbulkan gangguan pertumbuhan anak dan penyakit kardiovaskular.
(Baca: Polusi Udara di Jakarta Timur Terburuk)