Semua negara anggota World Health Organization (WHO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkomitmen untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis atau TBC.
Dalam laporan WHO, Global Tuberculosis Report 2024, strategi pengentasan itu melalui skema WHO dan Sustainable Development Goals (SDG) dari PBB. WHO menyebut, strategi ini mencakup pengukuran pencapaian pada 2020 dan 2025 dan target untuk 2030 dan 2035.
WHO dan PBB bersikukuh menurunkan angka kejadian TBC (kasus baru per 100.000 penduduk per tahun), jumlah absolut kematian akibat TBC, dan biaya yang harus ditanggung oleh orang dengan TBC dan rumah tangga mereka.
Tercatat, persentase penurunan jumlah absolut kematian akibat TBC bila dibandingkan dengan data dasar tahun 2015 sebesar 35% pada 2020. Angkanya naik menjadi 75% pada 2025.
Sementara target penurunan kematian dipasang sebesar 90% pada 2030 dan 95% pada 2035.
Sebagai catatan, indikator kematian tersebut menghitung jumlah total kematian TBC pada orang dengan HIV negatif dan HIV positif. WHO menyebut, kematian akibat TBC di antara orang dengan HIV secara resmi diklasifikasikan sebagai kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS, dengan TBC sebagai penyebab utama.
Sementara, capaian persentase penurunan kasus TBC dengan acuan pembanding tahun 2015, sebesar 20% pada 2020. Angkanya juga naik menjadi 50% pada 2025.
Sementara target pengurangan kasus pada 2030 sebesar 80% dan sebesar 90% pada 2035.
WHO menjelaskan, tiga pilar penanggulangan TBC, yakni mencakup penyediaan layanan pencegahan, diagnosis dan pengobatan TBC dalam konteks kemajuan menuju universal health coverage (UHC, layanan kesehatan tanpa hambatan), dan perlindungan sosial; tindakan multisektoral untuk mengatasi determinan sosial dan ekonomi TBC yang lebih luas; dan terobosan teknologi, seperti vaksin yang baru.
Target yang juga penting adalah tidak ada rumah tangga yang terkena dampak TB yang menghadapi biaya yang bersifat katastropik.
"Target ini ditetapkan sebagai pengakuan atas fakta, bahwa menghilangkan hambatan keuangan dan ekonomi untuk mengakses diagnosis dan pengobatan TB merupakan prasyarat untuk mencapai tonggak dan target penurunan insiden dan kematian akibat TB," kata WHO, dikutip pada Kamis (8/5/2025).
"Bencana" yang meliputi sektor ekonomi ini meliputi total biaya pengeluaran medis langsung dan nonlangsung. Pengeluaran yang tidak langsung seperti kehilangan pendapatan akibat terdampak penyakit tersebut.
(Baca juga: Indonesia, Negara dengan Kasus TB Terbesar ke-2 Global pada 2023)