Pemerintah Indonesia akan memberi layanan kesehatan reproduksi untuk remaja, salah satunya berupa penyediaan alat kontrasepsi.
Hal ini tercatat dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Namun, bukan sembarang remaja, alat kontrasepsi akan diberikan secara khusus bagi remaja yang sudah menikah.
Menurut Siti Nadia Tarmizi, Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, inisiatif tersebut dilakukan karena masih banyak perkawinan pada usia remaja.
"Pemberian kontrasepsi bagi remaja yang menikah tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis," kata Siti Nadia Tarmizi, disiarkan Antara, Selasa (6/8/2024).
"Akan ada permenkes [peraturan menteri kesehatan] yang mengatur lebih teknis, termasuk mekanisme dan pembinaan, monitoring dan sanksi sehingga tidak ada multitafsir," ujarnya.
Menurut survei Kementerian Kesehatan pada 2023, dari seluruh sampel remaja perempuan usia 10-19 tahun yang pernah melahirkan, ada 39% yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Kemudian 61% lainnya menggunakan kontrasepsi setelah kelahiran anak terakhir mereka.
Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan kelompok remaja perempuan ini adalah "suntikan 3 bulan".
Kontrasepsi "suntikan 3 bulan" merupakan metode pencegahan kehamilan dengan menyuntikkan hormon tertentu untuk menghalangi pembuahan dalam rahim, yang efeknya mampu bertahan selama 3 bulan.
Namun, tak seperti kondom, kontrasepsi metode suntik tak bisa memberi perlindungan dari penyakit kelamin atau penyakit menular seksual.
Adapun alat atau metode kontrasepsi lain tingkat penggunaannya jauh lebih sedikit, seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Ada Ruang untuk Aborsi, Tak Semua Kehamilan Diinginkan)