Kementerian Sosial (Kemensos) telah mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) milik Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Pencabutan ini dinyatakan dalam Kepmensos No. 133/HUK/2022 tertanggal 5 Juli 2022.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial, sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Mensos Ad Interim Muhadjir Effendi dalam siaran persnya, Rabu (6/7/2022).
Muhadjir menjelaskan, pencabutan izin ini dilakukan karena ACT memotong uang donasi lebih besar dari ketentuan.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980, pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan hanya boleh mengambil sebanyak-banyaknya 10% dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan lembaganya mengambil rata-rata 13,7% dari dana hasil sumbangan untuk dana operasional yayasan.
Adapun dalam laporan tahunannya, ACT menyatakan telah mengumpulkan donasi sebesar Rp519,35 miliar pada 2020. Donasi tersebut berasal dari 348.300 donatur.
Mayoritas atau sebanyak 60,1% donatur ACT pada tahun tersebut dilaporkan berasal dari kalangan publik. Kemudian 16,7% dari korporat, 11,2% dari kanal daring, dan 6% dari institusi/yayasan.
Ada pula donatur dari komunitas dengan proporsi 3,5%, pemerintah 1%, masjid 0,8%, dan lain-lainnya 0,7%.
ACT menjadi sorotan setelah munculnya laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 yang bertajuk Kantong Bocor Dana Umat. Laporan ini menyebut pimpinan ACT diduga menggunakan dana lembaga untuk keperluan pribadi. Para pimpinan ACT juga disebut-sebut menerima gaji sebesar Rp250 juta disertai fasilitas mewah.
Namun, Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menepis anggapan bahwa yayasan yang diketuainya menggaji pimpinan hingga Rp250 juta.
"Data-data yang beredar tidak berlaku permanen. Kita tidak bisa jelaskan sebenarnya sumber data dari mana,” ujar Ibnu dikutip dari Katadata.co.id, Senin (4/7/2022).
Untuk level pimpinan presidium di ACT, Ibnu menjelaskan bahwa gaji yang diterima tidak lebih dari Rp100 juta. Nominal tersebut, menurut dia, adalah wajar sebab diiringi tugas yang berat yakni mengelola 1.200 karyawan.
Ibnu juga menyatakan gaji tersebut berasal dari pemotongan dana yang dihimpun ACT sebesar 13,7%. Pemotongan diambil dari dana infaq umum, corporate social responsibility (CSR), dan dana hibah.
(Baca Juga: ACT Kelola Donasi Ratusan Miliar per Tahun sejak 2016)