Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kebijakan restrukturisasi kredit pandemi Covid-19 yang diberlakukan sejak awal 2020 telah berakhir pada 31 Maret 2024.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, kebijakan tersebut dihentikan karena perekonomian Indonesia sudah pulih dari dampak pandemi.
"Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik," kata Mahendra dalam siaran pers, Minggu (31/3/2024).
Sebelumnya, ada banyak sektor bisnis yang mandek akibat pandemi Covid-19. Pihak-pihak yang mengambil kredit dari bank pun kesulitan melunasi atau mencicil utangnya.
Hal itu terlihat dari melonjaknya rasio kredit macet atau non-performing loan/non-performing financing (NPL/NPF) perbankan.
Sebelum pandemi, pada 2019 median rasio NPL/NPF bank umum secara nasional berada di kisaran 2,6%.
Artinya, dari seluruh nilai kredit/pembiayaan yang dikucurkan bank umum, hanya sekitar 2,6% yang pembayarannya macet atau bermasalah.
Namun, saat Covid-19 mewabah pada 2020, rasio NPL/NPF bank umum mengalami tren naik hingga melampaui 3%.
Di tengah situasi tersebut pemerintah pun menerapkan kebijakan restrukturisasi, seperti penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan, dan sebagainya.
Adapun rasio kredit macet nasional baru berangsur-angsur turun sejak kuartal IV 2021.
Sampai Desember 2023, rasio NPL/NPF bank umum bahkan sudah berada di level 2,19%, lebih baik dibanding masa pra-pandemi seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Kredit Macet Pinjol Meningkat pada Akhir 2023)