Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, nilai kucuran kredit bank umum kepada pihak ketiga atau masyarakat mencapai Rp6.656 triliun atau Rp6,65 kuadriliun pada Juni 2023. Angka ini tumbuh 7,76% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan Juni 2022 senilai Rp6.177 triliun.
Angka tersebut juga meningkat 1,18% secara bulanan (month-on-month/mom) dari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6.577 triliun pada Mei 2023. Nilai kredit pada Juni 2023 tercatat yang paling tinggi selama setahun belakangan.
Di satu sisi, nonperforming loan (NPL) atau kredit macet pada Juni 2023 tercatat sebesar 2,44%. Angka itu jauh lebih rendah dari Juni 2022 yang mencapai 2,86%. Sementara NPL tertinggi dalam periode setahun tercatat pada Juli 2022 yang mencapai 2,9%.
Kredit bermasalah diukur dari tingkat kolektibilitasnya, utamanya dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank menghitung persentase kredit bermasalah terhadap total kredit yang dikeluarkannya.
Melansir Kumparan.com, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan sektor perbankan tetap resiliensi. Ini karena fungsi intermediasi yang tetap terjaga serta ditopang permodalan memadai.
“Dengan pertumbuhan tertinggi kredit investasi sebesar 9,6%. Berjenis kepemilikan, pertumbuhan kredit bank BUMN tertinggi yaitu sebesar tumbuh 8,3%,” kata Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Juli 2023 virtual, Kamis (3/8/2023).
Keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan likuiditas perbankan tak boleh timpang. Dian menyebut, likuiditas industri perbankan sejauh ini berada dalam level memadai, begitu pula dengan rasio likuiditasnya yang tetap terjaga.
“Rasio alat likuid atau non-core deposit (AL/NCD) dan AL/DPK turun masing-masing menjadi 119,05% dan 26,73%, jauh dari threshold masing-masing 50% dan 10%,” kata Dian.
(Baca juga: Pulih dari Pandemi, Kredit Perbankan Tumbuh 11,35% pada Akhir 2022)