Menurut Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), mayoritas petani miskin di Indonesia tidak mengakses layanan keuangan pada 2024.
Dari kelompok penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian padi-palawija, holtikultura, dan perkebunan, IDEAS menemukan hanya ada 27,93% yang memiliki akses ke produk/layanan jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan fintech.
Kemudian petani miskin yang memiliki rekening tabungan hanya 26,78%.
Sementara yang mengakses pinjaman modal dari badan usaha milik negara (BUMN), khususnya PT Permodalan Nasional Madani melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (PNM-Mekaar), hanya 6,83%.
Kelompok petani miskin yang mengakses layanan keuangan jenis lain lebih sedikit lagi, dengan proporsi kurang dari 5% sampai 0,05%.
"Rendahnya inklusi keuangan ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani miskin tidak memiliki cukup modal untuk membiayai proses budidaya, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya produktivitas dan pendapatan," kata IDEAS dalam laporannya.
"Petani, terutama petani miskin, mengeluh sulit mendapatkan bantuan modal seperti KUR karena syarat administrasi yang rumit, seperti keterbatasan dokumen kepemilikan lahan atau persyaratan administrasi lainnya," kata mereka.
Berikut rincian akses petani miskin di Indonesia terhadap layanan keuangan, kredit, dan bantuan permodalan pada 2024, menurut temuan IDEAS:
Produk/layanan jasa keuangan (perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun, fintech)
Rekening tabungan
PNM-Mekaar
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit dari koperasi
Kredit dari bank umum selain KUR
Pegadaian
Perorangan dengan bunga
Perusahaan leasing
Badan usaha milik desa (BUMDes)
Kredit dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Fasilitas permodalan dari pemerintah
Pinjaman online
Kredit lainnya
IDEAS memperoleh angka-angka ini dari analisis terhadap hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
(Baca: Petani Padi dan Palawija Indonesia yang Kaya Tidak Sampai 1% pada 2024)