Laporan TIFA Foundation dan Populix mengungkapkan, baru 81% dari total responden jurnalis di Indonesia yang mendapatkan asuransi dari perusahaan.
"Sebagai profesi yang tergolong berisiko tinggi (high risk), asuransi menjadi salah satu bentuk perlindungan terhadap keselamatan jurnalis di Indonesia," tulis TIFA Foundation dalam laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024: Ancaman dan Risiko Keselamatan Jurnalis pada Masa Transisi.
>
Kendati demikian, masih ada 19% responden jurnalis yang tidak mendapatkan asuransi sama sekali pada 2024.
Tercatat, BPJS Kesehatan menjadi jenis asuransi yang paling banyak dimiliki responden dengan proporsi 66%.
Lalu 60% responden jurnalis mendapatkan fasilitas BPJS Ketenagakerjaan, 11% asuransi jiwa, dan hanya 9% yang menerima asuransi kesehatan tambahan dari perusahaan swasta.
Dari kelompok yang mendapatkan asuransi swasta, 78% di antaranya sudah mencakup asuransi untuk seluruh anggota keluarga. Sedangkan 22% lainnya hanya menerimanya untuk diri sendiri.
Survei TIFA Foundation dan Populix ini melibatkan 760 responden jurnalis aktif, rinciannya responden laki-laki sebanyak 71% dan responden perempuan 3329. Berdasarkan peran pekerjaan, mayoritas merupakan jurnalis lapangan (68%), editor/redaktur (17%), pemimpin redaksi (10%), dan redaktur pelaksana (6%).
Responden tersebar di Pulau Jawa (48%), Sumatera (19%), Kalimantan (9%), Bali-Nusa Tenggara (6%), Papua (5%), dan Maluku-Maluku Utara (5%).
Penelitian ini turut menggunakan dua metode, yakni kuantitatif dan kualitatif. Selain menyurvei, tim riset juga mengambil data sekunder berupa data kekerasan terhadap jurnalis yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dalam lima tahun terakhir. Sementara, data kuantitatifnya berasal dari wawancara mendalam dengan sejumlah stakeholder di bidang media.
(Baca: Masih Ada Warga RI yang Tak Punya Asuransi Kesehatan, Ini Alasannya)