Proporsi kelas menengah Indonesia yang berstatus pekerja formal menyusut dalam sedekade terakhir, diiringi naiknya porsi pekerja informal.
Hal ini terlihat dari data yang dipaparkan Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (28/8/2024).
(Baca: Populasi Kelas Menengah Indonesia Kian Berkurang)
Merujuk paparan Amalia, pada 2014 sebanyak 62,76% kelas menengah Indonesia berstatus pekerja formal. Tapi, porsinya kemudian turun jadi 59,36% pada 2024.
Di sisi lain proporsi kelas menengah yang berstatus pekerja informal meningkat dari 37,24% pada 2014, menjadi 40,64% pada 2024 seperti terlihat pada grafik.
Dalam laporan Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia, BPS mendefinisikan pekerja formal sebagai penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh tetap/buruh dibayar, serta penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai.
Sedangkan pekerja informal adalah penduduk yang menjalankan usaha seorang diri, berusaha dengan dibantu buruh tak tetap/tak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/pekerja tak dibayar.
Menurut A. A. Gde Sutrisna WP dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bali, sektor informal memiliki beberapa kekuatan, seperti:
- Dapat bertahan di masa krisis;
- Lapangan kerja bagi masyarakat berpendidikan rendah;
- Padat karya dan upahnya relatif murah;
- Produk sederhana dan produksinya tidak butuh keahlian khusus.
Namun, sektor informal juga punya beberapa kelemahan, seperti:
- Modal terbatas;
- Pemasaran terbatas;
- Pengembangan usaha rendah;
- Pemanfaatan teknologi rendah;
- Menjadi sasaran pungutan liar;
- Keberadaannya yang tidak diatur dapat menurunkan estetika tata kota.
(Baca: Pengeluaran Kelas Menengah RI Umumnya Rp2 Jutaan Sebulan)