Indonesia memiliki target atau harapan besar dalam hilirisasi batu bara. Hal ini terlihat dalam materi presentasi Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM yang bertajuk Kondisi Terkini dan Tantangan Industri Pertambangan Batu Bara (Oktober 2020).
Dalam presentasi tersebut, Kementerian ESDM memproyeksikan industri hilir batu bara nasional bisa melakukan pengolahan dalam bentuk:
- Pembuatan kokas (cokes making)
- Peningkatan mutu batu bara (coal upgrading)
- Pembuatan briket batu bara (coal briquetting)
- Gasifikasi batu bara (coal gasification)
- Gasifikasi batu bara bawah tanah (underground coal gasification)
- Pencairan batu bara (coal liquifaction)
- Pencampuran batu bara dengan cairan (coal slurry/coal water mixture)
Berbagai upaya hilirisasi itu diyakini bisa berkontribusi bagi pengembangan industri batu bara, mengurangi impor LPG, meningkatkan ketahanan energi, serta mengurangi emisi CO2.
Namun, selama periode 2020-2023 upaya hilirisasi batu bara yang mampu dilakukan Indonesia baru sebatas pembuatan kokas, peningkatan mutu, serta pembuatan briket.
Itu pun volumenya baru berkisar antara 10 ribu ton sampai 1 juta ton per tahun, sangat kecil dibanding total produksi batu bara nasional yang mencapai kisaran 600 juta ton per tahun.
Sementara untuk jenis hilirisasi lainnya, yakni gasifikasi, pencairan, dan pencampuran batu bara, Indonesia tampaknya belum memiliki modal dan kemampuan yang diperlukan.
Kementerian ESDM memproyeksikan industri hilir batu bara nasional baru bisa melakukan gasifikasi mulai 2024, gasifikasi batu bara bawah tanah mulai 2026, kemudian pencairan dan pencampuran batu bara mulai 2028. Total volume olahannya juga diproyeksikan terus meningkat seperti terlihat pada grafik.
Kendati demikian, proyeksi tersebut masih terganjal banyak tantangan. Apalagi, perusahaan Amerika Serikat yang menjadi investor proyek gasifikasi batu bara di Indonesia, yakni Air Products and Chemical Inc (APCI) baru saja mundur.
"Iya, untuk proyek (investasi APCI) bersama PTBA dan KPC cabut juga, cabut semua. Mungkin karena skema bisnis dan aspek keekonomian yang belum ketemu," kata Plh. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite, dilansir Katadata.co.id, Kamis (9/3/2023).
Adapun Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Lana Saria berharap akan ada perusahaan dari negara lain yang masuk dan mendukung proyek ini.
"Gak apa-apa, masih banyak yang lain. Ada banyak negara lain yang punya teknologi, Insya Allah ada gantinya," kata Lana.
(Baca: Harga Batu Bara Australia Lebih Mahal dari Indonesia Sepanjang 2022)