Menurut data Bank Dunia, harga batu bara kembali menguat sepanjang kuartal III 2023, setelah mengalami normalisasi pada paruh pertama tahun ini.
Pada Juli 2023 rata-rata harga batu bara Newcastle berada di level US$140,63 per ton. Kemudian harganya terus naik hingga mencapai US$162,47 per ton pada September 2023.
(Baca: Meski Ada Transisi Energi, Kebutuhan Batu Bara RI Meningkat sampai 2030)
Secara kumulatif, rata-rata harga batu bara Newcastle selama periode Juli-September tahun ini sudah meningkat 15,5%.
Adapun harga batu bara diproyeksikan tetap kuat karena permintaannya masih tinggi, meskipun ada wacana transisi energi.
Kendati ada banyak pihak yang menyuarakan pentingnya beralih dari energi fosil ke energi terbarukan, kebanyakan pelaku industri masih menjadikan batu bara sebagai sumber energi utama karena harganya yang murah.
Hal ini diungkapkan Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Indonesia.
"Kenyataannya permintaan batu bara akan terus meningkat," kata Septian dalam konferensi Coaltrans Asia di Bali, disiarkan Reuters, Rabu (27/9/2023).
Tim redaksi Reuters yang meliput konferensi tersebut juga melaporkan, "Para pelaku industri batu bara tak lagi percaya bahwa energi terbarukan bisa dimanfaatkan dengan cepat, murah, dan bisa menyingkirkan bahan bakar fosil dari bauran energi Asia."
Pandangan itu juga tampaknya diamini oleh pemerintah Indonesia. Pasalnya, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, pemerintah memproyeksikan bahwa kebutuhan batu bara nasional akan terus meningkat, meskipun Indonesia menjalankan skenario ekonomi rendah karbon (low carbon).
Berdasarkan skenario low carbon dalam RUPTL tersebut, selama periode 2021-2030 Indonesia akan menambah kapasitas PLTU sebesar 13,8 ribu megawatt (MW).
Seiring dengan itu, kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik Indonesia diproyeksikan naik dari 111 juta ton pada 2021, menjadi 153 juta ton pada 2030.
(Baca: Indonesia Mau Tambah Pembangkit Listrik, Mayoritas PLTU)