Ancaman suku bunga tinggi Amerika Serikat (AS) membebani pergerakan harga saham di bursa regional Asia.
Akhir pekan lalu indeks saham Dow Jones ditutup turun 5,4% ke level 32.899,37 terimbas sentimen negatif kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) sebesar 50 basis points (bps) menjadi 1% pada Rabu (4/5/2022).
Kejatuhan bursa AS tersebut kemudian direspon negatif oleh bursa regional Asia pada perdagangan awal pekan ini.
Pada perdagangan Senin (9/5/2022), indeks saham bursa Vietnam (HNX) ditutup terjun 5,84% ke level 323,39 dari posisi penutupan akhir pekan lalu.
Kejatuhan bursa Vietnam tersebut merupakan yang terdalam dibandingkan dengan bursa kawasan Asia lainnya.
(Baca: Redam Inflasi AS, The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan Secara Agresif 50 Bps)
Bursa regional Asia yang mengalami penurunan terdalam berikutnya adalah bursa Indonesia (IHSG) yang terkoreksi 319,16 poin atau 4,42% hingga turun di bawah level psikologis 7.000.
Di hari pertama setelah libur panjang Lebaran, indeks saham bursa Jakarta terpuruk ke level 6.909,75 pada Senin (9/5/2022).
Sebelumnya, sentimen positif ekonomi Indonesia yang tumbuh 5,01% pada triwulan I-2022 dibanding triwulan I-2021 (year on year/yoy) sudah sesuai ekspektasi investor.
Namun, kini perhatian investor justru tertuju pada sentimen global, seiring tingginya inflasi AS yang berujung pada kenaikan suku bunga The Fed.
Di momen yang bersamaan, indeks bursa saham Hong Kong (Hang Seng) terkoreksi 3,81% ke posisi 20.001,96, sementara indeks bursa Jepang (Nikkei 225) turun 2,53% ke level 26.319,34.
Kemudian indeks saham bursa Filipina (PSE) menyusut 1,59% ke posisi 6.759,9, dan indeks bursa Thailand (SET 50) turun 1,29% menjadi 954,33.
Demikian pula indeks saham Korea (Kospi) turun 1,27% ke level 2.610,81, indeks bursa Malaysia (KLCI) terkoreksi 0,97% ke level 1.549,18, serta indeks bursa Singapura (Straits Times) turun 0,51% ke posisi 3,275,07.
Adanya ancaman suku bunga tinggi di AS membuat para investor melepas portofolionya yang dianggap berisiko dan mengalihkan ke aset yang dianggap lebih aman, yakni mata uang dolar AS, terutama dalam bentuk obligasi.
Tingginya inflasi di AS membuat The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur berikutnya, yang diagendakan pada Juni dan Juli 2022 mendatang.