Emas merupakan aset investasi yang nilainya cenderung meningkat dalam jangka panjang.
Hal ini terlihat dari data Bank Dunia. Dalam sedekade terakhir, rata-rata harga emas tercatat tumbuh sekitar 34%, dari USD 1.487/troy ons (April 2013) menjadi USD 1.999/troy ons (April 2023).
Bank Dunia memperoleh data tersebut dari rata-rata harga emas 99,5% (fine gold) London Fix Afternoon Price, yakni standar harga logam mulia global yang diterbitkan London Bullion Market Association (LBMA).
(Baca: Bank Dunia Prediksi Harga Emas Naik pada 2023, Turun pada 2024)
Kendati nilainya cenderung meningkat, harga emas tidak terbebas dari fluktuasi.
Dalam sepuluh tahun belakangan, harga emas pernah mencapai titik terendah pada Desember 2015, yakni USD 1.075/troy ons.
Hal itu terjadi beriringan dengan "aksi bersejarah" bank sentral Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2015, pertama kalinya sejak 2009.
Tahun lalu harga emas juga sempat merosot. Selama periode April-Oktober 2022 harga emas terus menurun, tepat setelah ekonomi global terguncang akibat invasi militer Rusia ke Ukraina.
Namun, sejak November 2022 sampai April 2023 tren harga emas kembali menguat, seperti terlihat pada grafik di atas.
Adapun dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2023, Bank Dunia memproyeksikan harga emas akan membaik pada tahun ini.
"Harga emas diperkirakan mencapai rata-rata USD 1.900 per troy ons pada 2023, sekitar 6% lebih tinggi dibanding 2022," kata Bank Dunia dalam laporannya.
Menurut Bank Dunia, peningkatan harga emas tahun ini dipengaruhi oleh melemahnya nilai dolar Amerika Serikat, laju inflasi tinggi, serta perang Rusia-Ukraina yang terus berlanjut.
Kondisi itu diasumsikan bakal mendorong investor untuk membeli emas, aset investasi yang dianggap berisiko rendah.
"Dalam jangka panjang, laju inflasi dan tingkat suku bunga akan menjadi faktor kunci yang mempengaruhi harga emas," kata Bank Dunia.
(Baca: Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia, Indonesia Masuk Daftar)