Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), indeks risiko bencana Indonesia sedikit menurun selama periode 2021-2023.
Namun, penurunan indeks risiko ini bukan dipengaruhi berkurangnya ancaman bencana alam, melainkan karena ada peningkatan kapasitas penanggulangan.
>
(Baca: Ada Ratusan Bencana di Indonesia Awal 2025, Banjir Terbanyak)
Pada 2021 rata-rata indeks risiko bencana nasional berada di level 178,74. Kemudian pada 2023 indeks risikonya turun menjadi 174,28.
Kendati begitu, indeks risiko bencana Indonesia pada 2023 masih tergolong tinggi.
BNPB mengukur indeks ini menggunakan tiga komponen utama, yaitu "bahaya", "kerentanan", dan "kapasitas".
Komponen "bahaya" diukur berdasarkan probabilitas dan intensitas kejadian bencana alam, meliputi gempa, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrem, serta gelombang pasang dan abrasi.
Kemudian komponen "kerentanan" diukur berdasarkan jumlah penduduk, kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan yang berisiko terpapar bencana.
Terakhir, komponen "kapasitas" diukur berdasarkan kemampuan penanggulangan bencana di tingkat kabupaten/kota.
Dari tiga komponen ini, "bahaya" merupakan komponen yang paling sulit diturunkan karena melibatkan faktor alam.
Komponen "kerentanan" juga sulit diturunkan, justru cenderung meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya permukiman di kawasan urban, peningkatan pembangunan, dan degradasi lingkungan.
Karena itu, penurunan risiko paling mungkin dicapai melalui peningkatan "kapasitas", khususnya kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi bencana yang mencakup aspek edukasi, mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan.
"Tren risiko bencana diukur utamanya berdasarkan perubahan pada komponen kapasitas," kata BNPB dalam laporan Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2023.
(Baca: 10 Provinsi Paling Banyak Dilanda Banjir pada 2024)