"Gas rumah kaca" adalah gas yang bisa menimbulkan efek rumah kaca, yakni menyerap dan memerangkap panas sinar matahari.
Gas yang masuk kategori ini di antaranya adalah karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4).
(Baca: Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Global 1970-2023)
Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), gas rumah kaca yang muncul secara alami, seperti dari letusan gunung api, berperan penting dalam menjaga Bumi agar tidak membeku.
Namun, jika kadarnya berlebihan, gas rumah kaca bisa memicu lonjakan suhu Bumi hingga berdampak buruk bagi mahluk hidup.
"Efek rumah kaca alami telah memungkinkan kehidupan di Bumi. Namun, aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, telah meningkatkan intensitas efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global," demikian dikutip dari IPCC Fourth Assessment Report: Climate Change 2007.
(Baca: Makin Tinggi Suhu Bumi, Makin Banyak Spesies Berisiko Punah)
Kadar gas rumah kaca di atmosfer Bumi memang tercatat terus meningkat.
Menurut data Copernicus Climate Change Service (C3S), selama periode 2003—2024 rata-rata konsentrasi CO2 di atmosfer naik sekitar 12% menjadi 442,1 part per million (ppm).
Dalam periode sama konsentrasi CH4 di atmosfer naik sekitar 9% menjadi 1.897 part per billion (ppb), seperti terlihat pada grafik.
"Pada tahun 2024 gas rumah kaca di atmosfer mencapai level tertinggi yang pernah tercatat," kata perwakilan European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) Laurence Rouil dalam siaran pers, Jumat (10/1/2025).
"Data kami menunjukkan dengan jelas peningkatan emisi gas rumah kaca global yang stabil, dan ini menjadi agen utama perubahan iklim," lanjutnya.
(Baca: 2024 Jadi Tahun Terpanas, Suhu Global Naik 1,6 Derajat Celsius)