Menurut Copernicus Climate Change Service (C3S), rata-rata suhu global sepanjang tahun 2024 naik 1,6 derajat Celsius (°C) dibanding rata-rata suhu era pra-industri (1850-1900).
"Semua data suhu global yang diproduksi secara internasional menunjukkan bahwa 2024 adalah tahun terpanas sejak pencatatan dimulai tahun 1850," kata Direktur C3S Carlo Buontempo dalam siaran pers, Jumat (10/1/2025).
(Baca: Makin Tinggi Suhu Bumi, Makin Banyak Spesies Berisiko Punah)
Hal senada disampaikan Samantha Burgess, perwakilan European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF).
"Sedekade terakhir adalah salah satu dari sepuluh tahun terhangat yang pernah tercatat. Saat ini kita berada di ambang batas kenaikan suhu 1,5 °C yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, dan rata-rata suhu dua tahun terakhir sudah melewati batas ini," kata Samantha dalam siaran pers, Jumat (10/1/2025).
"Suhu global yang tinggi ini menyebabkan gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya serta hujan lebat yang menyebabkan kesengsaraan bagi jutaan orang," lanjutnya.
(Baca: 1 Miliar Orang Bisa Terancam Kekeringan akibat Pemanasan Global)
Adapun menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu global yang naik 1,5 °C bisa menimbulkan ancaman kekeringan bagi 951 juta orang.
Jika kenaikan suhu makin tinggi, ancamannya makin meluas hingga yang terdampak kekeringan bisa mencapai 1,28 miliar orang.
Selain bencana kekeringan, IPCC menilai kenaikan suhu global di atas 1,5 °C bisa memicu degradasi lingkungan, menurunkan produksi pertanian, hingga memicu masalah sosial-ekonomi.
"Kombinasi dari variabilitas iklim, perubahan iklim antropogenik, dan perubahan lahan menjadi gurun (desertification) akan mendorong kemiskinan, kerawanan pangan, dan peningkatan penyakit," kata IPCC dalam Special Report on Climate Change and Land (2019).
(Baca: Bumi Makin Panas, Biaya Ketahanan Pangan Makin Mahal)