Hak pekerja merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, pemenuhan hak-hak ini seharusnya tidak diskriminatif.
Mengutip penelitian Ismono, BPS menjelaskan bentuk hak sipil dan politik yang ada relevansinya dengan hukum ketenagakerjaan di antaranya adalah hak berserikat bagi pekerja, hak mogok, dan hak untuk tidak mendapatkan diskriminasi di tempat kerja.
Contoh lainnya juga, yakni pembayaran upah di bawah ketentuan, pekerja perempuan tidak menerima hak cuti haid atau melahirkan, dan pekerja tidak mendapat hak tunjangan hari raya (THR). Hak-hak ini disebut hak normatif yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja dan diatur dalam perundang-undangan.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang diolah BPS dalam laporan Statistik Politik 2024 menunjukkan masih adanya eksploitasi terhadap hak-hak normatif pekerja, seperti pelanggaran upah minimum, pekerja perempuan yang tidak mendapatkan cuti haid atau melahirkan, hingga tidak mendapatkan THR.
Pada 2023, jumlah kasus pekerja menerima upah di bawah ketentuan atau upah minimum sebanyak 1.975 kasus. BPS menyebut jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 2.013 kasus.
Kasus pekerja perempuan tidak memperoleh hak cuti melahirkan menurun dari 327 pada 2022 menjadi 265 kasus pada 2023.
Sementara itu, kasus pekerja tidak mendapatkan hak THR mengalami penurunan sangat signifikan, yaitu dari 383 pada 2022—menjadi yang tertinggi selama empat tahun terakhir—menjadi 95 kasus pada 2023.
"Penurunan ini menunjukkan bahwa pada tahun 2023, kasus pekerja tidak mendapatkan hak THR menjadi yang terendah dalam empat tahun terakhir," tulis BPS dalam laporan yang dipublikasikan pada Senin (16/12/2024).
Meski terlihat masih banyak, pelanggaran hak normatif tiga bagian itu secara tren cenderung menurun tiap tahunnya.
Bila dibandingkan dengan 2020, kasus pekerja yang menerima upah di bawah upah minimum sebanyak 3.226 kasus. Selain itu, pekerja perempuan yang tidak dapat cuti haid atau melahirkan sebanyak 370 kasus dan kasus tidak mendapat THR sebanyak 230 kasus.
(Baca juga: Jakarta, Provinsi dengan Peserta Aktif BPJS Ketenagakerjaan Terbanyak Oktober 2024)