Iklim bisnis Indonesia tergolong baik dalam aspek ketenagakerjaan, tapi masih lemah dalam hal inovasi, layanan keuangan, serta prosedur kepailitan.
Hal ini disampaikan Bank Dunia dalam laporan Business Ready (B-Ready) 2024.
>
(Baca: Banyak Pelaku Usaha Kecil Merasa Ekonomi Memburuk pada 2024)
B-Ready adalah proyek baru Bank Dunia untuk menilai iklim bisnis dan investasi global, sebagai pengganti Ease of Doing Business yang telah dihentikan pada 2021.
Dalam proyek baru ini Bank Dunia menilai iklim bisnis melalui 10 pilar utama, yaitu:
- Proses memulai bisnis (business entry);
- Lokasi bisnis (business location);
- Layanan utilitas (utility services);
- Ketenagakerjaan (labor);
- Layanan keuangan (financial services);
- Perdagangan internasional (international trade);
- Perpajakan (taxation);
- Penyelesaian sengketa (dispute resolution);
- Persaingan pasar dan inovasi (market competition); dan
- Prosedur kepailitan (business insolvency).
Bank Dunia menyurvei sekitar 29.000 perusahaan swasta dan 2.500 pakar bisnis tentang kondisi pilar-pilar tersebut di 50 negara.
Hasil surveinya kemudian dirumuskan menjadi skor berskala 0—100, dengan asumsi makin tinggi skornya maka kondisi semakin baik.
Pada 2024 Indonesia memperoleh skor yang tergolong baik dalam hal ketenagakerjaan, layanan utilitas, dan lokasi bisnis, dengan skor masing-masing di atas 65.
"Indonesia menyediakan pusat ketenagakerjaan dan pelatihan untuk mendukung para pencari kerja, memberi dukungan regulasi untuk penyediaan internet dan air, serta menyediakan informasi transparan terkait izin pendirian bangunan, zonasi usaha, dan penggunaan lahan," kata Bank Dunia dalam laporan B-Ready 2024.
Namun, Bank Dunia menilai iklim bisnis Indonesia masih memerlukan penguatan dalam hal inovasi, layanan keuangan, serta prosedur kepailitan, yang masing-masingnya memperoleh skor di bawah 60.
"Indonesia tidak menyediakan pusat sains ataupun pusat transfer teknologi, pendaftaran agunan tidak berdasarkan pemberitahuan, dan tidak menyediakan regulasi kepailitan khusus untuk usaha mikro dan kecil," kata mereka.
(Baca: Lembaga Keuangan Belum Bisa Penuhi Kebutuhan Pembiayaan UMKM Nasional)