Lembaga jasa keuangan belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Hal ini tercatat dalam laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertajuk Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan Mikro 2024-2028.
(Baca: Ini Tantangan yang Dihadapi Pelaku Usaha Kecil pada 2024)
Mengutip hasil kajian Ernst and Young (EY) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), OJK memperkirakan UMKM nasional butuh pembiayaan Rp2,8 kuadriliun pada 2018. Namun, ketersediaan dana dari lembaga jasa keuangan tak sampai setengahnya, yakni hanya Rp1,1 kuadriliun.
Tren serupa juga diproyeksikan terjadi sampai 2026, seperti terlihat pada grafik.
Secara umum, selama 2018—2026 lembaga jasa keuangan diperkirakan hanya mampu memenuhi antara 39—44% dari total kebutuhan pembiayaan UMKM per tahun.
"Masih terdapat kesenjangan yang lebar antara kebutuhan dan ketersediaan pembiayaan bagi UMKM nasional. Proyeksi kebutuhan pembiayaan akan mencapai Rp4.300 triliun pada tahun 2026, sedangkan prediksi suplai yang tersedia hanya Rp1.900 triliun," kata OJK dalam laporannya.
"Melihat kondisi tersebut, potensi pasar pembiayaan UMKM yang sangat besar ini dapat diambil salah satunya oleh lembaga keuangan mikro," lanjutnya.
(Baca: Mayoritas Usaha Kecil Tak Pinjam Uang ke Bank, Non-Bank, atau Fintech)