Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 357 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 309 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (9/12/2024) pukul 11.10 WIB. Dari 357 titik panas terdeteksi, 12 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 338 titik skala sedang, dan 7 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada Ratusan Bencana Alam sampai Awal April 2024, Banjir Terbanyak)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Jambi sebanyak 95 titik. Riau menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 50 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 38 titik panas.
Sebanyak 37 titik panas terdeteksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara menyusul dengan 32 titik panas, serta Sulawesi Tengah dan Aceh masing-masing memiliki 31 dan 16 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)