Masih banyak perempuan di Indonesia yang tidak menggunakan alat kontrasepsi modern sesuai keluarga berencana (KB) pascapersalinan. Ini terlihat pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk Statistik Kesehatan 2022.
Data menunjukkan, dari 73,01% perempuan pernah kawin (PPK) berusia 10-54 tahun yang menggunakan alat KB modern pascapersalinan setelah melahirkan anak terakhir, hanya 45,02% yang menggunakannya secara penuh atau hingga 42 hari setelah melahirkan.
Ada sejumlah alasan perempuan di Indonesia memilih untuk tidak menggunakan alat KB modern pascapersalinan. Paling banyak karena takut dengan efek samping, dengan proporsi 27,10%.
Berikutnya adalah karena alasan fertilitas dan karena menggunakan KB tradisional yang masing-masing mendapatkan proporsi sebesar 13,89% dan 12,49%.
Sementara 46,52% PPK memiliki alasan lainnya seperti tidak setuju dengan KB, tidak tahu alat serta cara penggunaan KB, dan lainnya.
"Suksesnya penggunakan KB pascapersalinan pada akhirnya berperan dalam penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)," tulis BPS dalam laporannya.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menjelaskan, bahwa penggunaan KB pascapersalinan menjadi metode yang efektif digunakan untuk menunda kehamilan berikutnya.
"Pelayanan KB yang diberikan setelah persalinan sampai dengan kurun waktu 42 hari atau 6 minggu, dengan tujuan mengatur jarak kelahiran, jarak kehamilan dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan," tulis BKKBN dalam laman resminya.
Menurut BKKBN, setiap keluarga dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat serta dapat mencegah stunting pada anak.
Terdapat jenis kontrasepsi rekomendasi BKKBN yang aman untuk ibu setelah melahirkan, antara lain kondom, pil progestin/pil menyusui, suntik progestin, impan, tubektomi (MOW), dan vaksetomi (MOP).
(Baca juga: Efek Samping hingga Biaya, Alasan Bayi di RI Tak Menerima Imunisasi 2022)