Hasil survei Indikator Politik Indonesia bertajuk Tragedi Kanjuruhan dan Reformasi PSSI menunjukkan bahwa mayoritas atau 39,1% publik menilai aparat kepolisian paling bertanggung jawab atas tragedi kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan terjadi seusai pertandingan Arema Malang melawan Persebaya FC pada 1 Oktober 2022. Setidaknya 135 orang meninggal dalam peristiwa tersebut.
“Dari mereka (responden) yang tahu tragedi Kanjuruhan, 39,1% menyebut aparat kepolisian yang paling bertanggung jawab, tertutama mereka yang membawa pelontar gas air mata,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dikutip dari Youtube kanal Indikator Politik Indonesia, Minggu (13/11).
Selain kepolisian, pihak yang dianggap harus bertanggung jawab adalah penyelenggara liga, yaitu 27,2%. Kemudian, ada pula publik yang menganggap bahwa PSSI yang harus bertanggung jawab sebanyak 13%.
Sementara, 10,2% publik meminta suporter harus bertanggung jawab. Sisanya, TNI sebanyak 1,7%, lainnya 1,3%, dan yang tidak menjawab/tidak tahu sebanyak 7,6%.
Survei juga menunjukan bahwa publik menganggap penyebab utama tragedi Kanjuruhan adalah gas air mata. "Mayoritas atau 86,8% tahu bahwa suporter dan penonton yang tewas karena tembakan gas air mata dari pihak kepolisian yang menimbulkan kepanikan," ujar Burhanuddin.
Lalu, mayoritas atau 64,5% publik pun tak setuju atas klaim kepolisian yang menyatakan tembakan gas air mata dilakukan sesuai prosedur karena aksi suporter dan penonton sudah anarkis.
Adapun survei tersebut dilakukan terhadap 1.220 responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah di seluruh wilayah Indonesia. Sampel survei ditarik menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sekitar 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%. Proses wawancara terhadap responden dilakukan secara tatap muka pada 30 Oktober 2022 hingga 5 November 2022.
(Baca: Halloween Itaewon hingga Kanjuruhan, Ini Bencana Kerumunan Terbesar Dunia dalam 1 Dekade Terakhir)