Pemerintah Indonesia berencana mendistribusikan bahan bakar nabati (BBN) E5 yang terbuat dari campuran 95% bensin dan 5% bioetanol.
"Rencana E5 akan diimplementasikan di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Saat ini masih dibahas dan dipastikan kembali kesiapan implementasinya," kata Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, dilansir Katadata, Selasa (14/2/2023).
Kendati demikian, pasokan bioetanol saat ini masih sangat minim. Menurut laporan Edi Wibowo, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, saat ini Indonesia baru mampu memproduksi bioetanol fuel grade sekitar 40.000 kiloliter per tahun.
Kapasitas produksi itu masih jauh di bawah kebutuhan tahap awal program pencampuran dengan bensin di Jakarta dan Jawa Timur, yang diestimasikan mencapai 696.000 kiloliter per tahun.
Adapun bahan baku bioetanol yang paling potensial untuk menggenjot produksi adalah tetes tebu.
Menurut riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kini sudah dilebur menjadi organisasi di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), setiap 1 ton tetes tebu dapat menghasilkan 250 liter bioetanol.
Volume konversi tetes tebu itu merupakan yang paling tinggi dibanding bahan baku bioetanol lain, seperti terlihat pada grafik.
Sejalan dengan hasil riset tersebut, Presiden Jokowi pun telah meluncurkan program "Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi" pada November 2022. Targetnya, program ini bisa menaikkan produksi bioetanol fuel grade hingga mencapai 1,2 juta kiloliter per tahun pada 2030.
"Kalau tebu ini berhasil, kemudian B30 sawit bisa ditingkatkan lagi, ini akan memperkuat ketahanan energi negara kita," kata Jokowi dalam siaran persnya penghujung tahun lalu (4/11/2022).
(Baca: Bukan Biodiesel, Ini Bahan Bakar Hijau yang Paling Laku di Skala Global)