Bukan Biodiesel, Ini Bahan Bakar Hijau yang Paling Laku di Skala Global

Energi
1
Adi Ahdiat 06/07/2022 12:00 WIB
Volume Permintaan Bahan Bakar Hijau untuk Sektor Transportasi Global (2019-2021)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

"Bahan bakar hijau" adalah bahan bakar yang terbuat dari unsur organik, seperti minyak nabati berbahan kelapa sawit, lobak, biji bunga matahari, ataupun minyak dari lemak hewani.

Bahan bakar jenis ini, yang juga biasa disebut dengan bahan bakar nabati atau biofuel, memiliki emisi karbon hasil pembakaran yang lebih rendah ketimbang bahan bakar minyak (BBM) fosil.

Karena itu, penggunaan bahan bakar hijau diharapkan bisa meminimalkan buangan gas rumah kaca ke atmosfer, serta berkontribusi bagi pencegahan perubahan iklim.

Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan bahan bakar hijau di skala global totalnya mencapai 159,1 juta kiloliter (kl) pada 2019. Namun, pada 2020 permintaan menurun seiring dengan awal munculnya pandemi, dan baru mulai pulih pada 2021.

"Permintaan biofuel kembali pulih pada 2021 dari dampak Covid-19, hingga mendekati level tahun 2019," ungkap IEA dalam laporan Renewable Energy Market Update edisi Mei 2022.

Menurut data IEA, selama periode 2019-2021 bahan bakar hijau yang memiliki permintaan tertinggi di skala global adalah etanol, yakni bahan bakar cair dari olahan tebu atau tanaman berpati seperti singkong, gandum, sorgum, dan sebagainya.

Sedangkan permintaan global untuk bahan bakar hijau jenis biodiesel dan renewable diesel lebih rendah, seperti terlihat pada grafik.

Indonesia sendiri, melalui Pertamina, sudah mampu memproduksi bioavtur, biodiesel, dan renewable diesel.

Bioavtur adalah bahan bakar cair yang dibuat dari campuran minyak inti kelapa sawit dengan avtur. Kemudian biodiesel terbuat dari campuran olahan minyak kelapa sawit dengan solar.

Sedangkan renewable diesel terbuat dari minyak nabati yang diolah dengan metode hidrogenasi (hydrotreated vegetable oil/HVO), yakni mengubah minyak/lemak cair menjadi padat seperti margarin dengan menambahkan hidrogen.

Namun, menurut Pertamina, bahan bakar hijau ini tidak laku di pasaran Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Perusahaan Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Milla Suciyani.

"Karena harga produk masih tinggi dan permintaan di sektor industri hijau sangat terbatas, maka belum feasible untuk retail. Sebagai alternatif, maka dicoba pasar luar negeri yang memang demand-nya sudah terbentuk," ungkap Milla kepada Katadata.co.id, Selasa (5/7/2022).

(Baca Juga: Bisa Gantikan Solar, Ini Proyeksi Produksi Biodiesel RI Tahun 2022)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua