Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Persentase Desa yang Sebagian Besar Keluarga Menggunakan Bahan Bakar Lainnya untuk Memasak di DI Yogyakarta pada tahun 2024 sebesar 0.68 persen. Data historis menunjukkan fluktuasi. Tahun 2021 tercatat 0.46 persen, melonjak dari tahun 2018 sebesar 14.16 persen. Pertumbuhan tahun 2024 sebesar 50 persen, namun masih jauh di bawah capaian tahun 2018. Secara peringkat pulau, DI Yogyakarta selalu menempati posisi pertama.
Jika dibandingkan rata-rata tiga tahun terakhir (2018, 2021, 2024), persentase tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik. Namun, jika dibandingkan lima tahun terakhir, sulit ditarik kesimpulan karena data hanya tersedia untuk tiga tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2021 dengan pertumbuhan -96.77 persen, meskipun nilai persentasenya rendah (0.46 persen). Anomali ini perlu dikaji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penurunan terendah terjadi pada tahun 2024.
(Baca: Harga Gas Alam Dunia Naik Tiga Hari Berurutan)
Dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, DI Yogyakarta menduduki peringkat pertama dengan nilai 0.68 persen. Secara nasional, DI Yogyakarta berada di peringkat kedua. Sulawesi Utara menempati peringkat pertama secara nasional dengan nilai 0.76 persen. Posisi ini menunjukkan bahwa DI Yogyakarta memiliki kinerja yang cukup baik dalam hal penggunaan bahan bakar memasak selain bahan bakar konvensional.
Kenaikan tertinggi dalam data historis terjadi pada tahun 2021, meski nilai persentasenya kecil. Sebaliknya, penurunan terendah terjadi pada tahun 2024 dengan pertumbuhan 50 persen. Anomali ini perlu menjadi perhatian. Perlu dilakukan evaluasi mendalam untuk memahami penyebab fluktuasi ini dan merumuskan kebijakan yang tepat sasaran.
Ranking DI Yogyakarta menurut pulau tetap sama dengan tahun sebelumnya, yaitu peringkat pertama. Dari sisi nilai tahun terakhir, DI Yogyakarta menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2021. Data ini memberikan gambaran bahwa DI Yogyakarta terus berupaya meningkatkan penggunaan bahan bakar memasak yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sulawesi Utara
Sulawesi Utara menduduki peringkat pertama secara nasional dengan persentase 0.76 persen. Meskipun mengalami pertumbuhan negatif turun 66.63 persen, Sulawesi Utara tetap unggul dibandingkan provinsi lain. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 2.83 persen. Peringkat pertama di pulau Sulawesi menunjukkan komitmen daerah ini terhadap diversifikasi bahan bakar memasak.
(Baca: Jumlah Perguruan Tinggi Swasta di Papua | 2024)
DI Yogyakarta
DI Yogyakarta berada di peringkat kedua secara nasional dengan nilai 0.68 persen. Pertumbuhan positif sebesar 50 persen menunjukkan kemajuan signifikan. Nilai ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (0.46 persen) dan jauh di atas dua tahun sebelumnya (14.16 persen). Sebagai peringkat pertama di Pulau Jawa, DI Yogyakarta menjadi contoh bagi provinsi lain dalam mendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk memasak.
Sulawesi Barat
Sulawesi Barat menempati peringkat ketiga secara nasional dengan nilai 0.62 persen. Pertumbuhan negatif yang signifikan, yaitu -87.88 persen, menunjukkan tantangan yang dihadapi daerah ini. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 8.62 persen. Meskipun demikian, peringkat kedua di pulau Sulawesi menunjukkan potensi yang perlu dioptimalkan.
Kalimantan Utara
Kalimantan Utara berada di peringkat keempat secara nasional dengan persentase 0.41 persen. Pertumbuhan negatif turun 71.55 persen menunjukkan penurunan yang cukup besar. Nilai ini juga lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 1.04 persen. Sebagai peringkat pertama di Pulau Kalimantan, Kalimantan Utara perlu berupaya lebih keras untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar alternatif.
Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan menempati peringkat kelima secara nasional dengan nilai 0.29 persen. Pertumbuhan negatif yang signifikan, yaitu -84.79 persen, menunjukkan tantangan yang serius. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dua tahun sebelumnya yang mencapai 0.1 persen. Sebagai peringkat ketiga di pulau Sulawesi, Sulawesi Selatan perlu melakukan evaluasi dan perbaikan untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar memasak yang lebih berkelanjutan.