Menurut data Global Energy Monitor, sepanjang 2022 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di seluruh dunia menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) sekitar 9,88 miliar ton.
Adapun angka tersebut baru mencakup emisi dari PLTU yang beroperasi, tanpa menghitung emisi PLTU yang masih dalam tahap konstruksi.
(Baca: Emisi Karbon Global Naik Lagi pada 2022, Pecahkan Rekor Baru)
Pada 2022 Tiongkok menjadi negara penghasil emisi PLTU batu bara terbesar, yakni sekitar 5 miliar ton CO2.
Sementara Indonesia berada di peringkat ke-6 global dengan emisi PLTU batu bara 214 juta ton CO2, sejajar dengan Afrika Selatan.
Negara lain yang juga berstatus penghasil emisi PLTU batu bara terbesar adalah India, Amerika Serikat, Jepang, Rusia, Jerman, Korea Selatan, dan Polandia, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
"Pembangkit listrik berbasis batu bara adalah sumber emisi CO2 terbesar dari sektor energi secara global," kata tim Global Energy Monitor dalam laporan Boom and Bust Coal 2023.
"Demi mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris dalam membatasi pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius, mengurangi penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik adalah langkah terpenting," lanjutnya.
Menurut Global Energy Monitor, untuk memenuhi Perjanjian Paris, kelompok negara maju anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) harus mengurangi operasi PLTU batu bara dengan total penurunan kapasitas 60 gigawatt (GW) per tahun sampai 2030.
Kemudian kelompok negara non-OECD, termasuk Indonesia, secara kumulatif perlu mengurangi operasi PLTU batu bara 91 GW per tahun sampai 2040.
Namun, Global Energy Monitor menilai pelaksanaan komitmen tersebut masih jauh dari harapan.
"Meski pada 2022 ada penurunan penggunaan pembangkit listrik batu bara di beberapa kawasan, dunia saat ini tidak berada di jalur yang benar untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris," kata mereka.
(Baca: Bencana Alam Terkait Perubahan Iklim Meningkat di Skala Global)