Untuk mengantisipasi perubahan iklim, berbagai negara sudah mengembangkan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan emisi karbon yang disebut Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
CCUS adalah teknologi yang mampu menangkap karbon dioksida (CO2) hasil pembakaran energi fosil di industri atau pembangkit listrik, supaya emisinya tidak terlepas ke atmosfer dan tidak menambah intensitas efek rumah kaca.
Dengan teknologi CCUS, emisi CO2 bisa disimpan kembali di perut bumi dengan cara dipompa ke sumur-sumur migas yang sudah kering, atau diinjeksikan ke dalam akuifer air asin (saline aquifer), yakni formasi batuan di bawah tanah yang mampu menyimpan CO2 dan mengubahnya menjadi benda padat.
Teknologi CCUS bahkan diklaim bisa memompa emisi CO2 ke sumur migas yang sudah tua (mature field) untuk membantu mengoptimalkan kembali produksi migasnya. Proses ini disebut juga Enhance Oil Recovery (EOR).
Menurut laporan Gas Global Report 2022 dari International Gas Union (IGU), saat ini potensi penyimpanan CO2 di sumur migas kering yang sudah terdata secara global mencapai 2.900 gigaton. Sedangkan potensi penyimpanan di akuifer air asin global sekitar 20.000 gigaton.
Adapun potensi penyimpanan CO2 terbesar yang sudah terdata berada di Amerika Utara, khususnya di Amerika Serikat (AS) dengan kapasitas penyimpanan 12.177 gigaton.
"AS dan Kanada memiliki 54% dari total potensi kapasitas penyimpanan CO2 global. Kemudian Eropa memiliki kapasitas 22%, terutama di cekungan lepas pantai Norwegia, Inggris, Belanda, dan Denmark," tulis IGU dalam laporannya.
"Wilayah terbaik ketiga adalah Asia, dengan potensi penyimpanan CO2 di daratan Cina dan beberapa negara Asia Tenggara," lanjut IGU.
IGU menilai teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon ini akan memegang peran vital dalam strategi mitigasi perubahan iklim ke depannya.
Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Indonesia sendiri memiliki potensi kapasitas penyimpanan CO2 sekitar 2 gigaton di sumur migas kering dan 9,68 giga ton di akuifer air asin.
“Saat ini Indonesia juga tengah memfinalisasi Peraturan Menteri untuk mendukung pengembangan CCUS, serta melibatkan pemangku kepentingan termasuk negara-negara Eropa untuk mendapatkan umpan balik dan perbaikan terhadap draf yang telah disusun,” jelas Tutuka, seperti dilansir Dunia-Energi.com, Jumat (17/6/2022).
(Baa Juga: Emisi Karbon Global Meningkat pada 2021, Tertinggi Sepanjang Sejarah)